JAKARTA, KOMPAS.com Pengacara Bupati Karawang Ade Swara, Haryo B Wibowo mengaku belum tahu jika Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Ade dan istrinya, Nurlatifah sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang. Kendati demikian, Haryo mengakui bahwa penyidik KPK pernah menanyakan kepada Ade ihwal aset yang dimiliki orang nomor satu di Karawang itu.
"Saya enggak ngerti makanya, belum ada komunikasi dengan kami. Pada pemeriksaan pertama ditanya harta-hartanya apa saja," kata Haryo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (7/10/2014).
Menurut Haryo, Ade dan istrinya sudah kaya sejak dulu. Nenek Nurlatifah, kata dia, berbisnis emas sejak tahun 1980-an.
"Nenek nya Bu Latifah dari zaman Belanda jual emas," ucap Haryo.
Selain itu, menurut dia, Ade memiliki usaha yang maju. Dia menyebut kliennya itu sebagai pedagang emas terbesar di Karawang, serta memiliki usaha sarang burung walet yang besar.
"Dari dulu uangnya banyak, pedagang emas terbesar di Karawang, waletnya juga besar, dari 80-an asetnya juga banyak," sambung Haryo.
Meskipun demikian, Haryo mengakui bahwa tidak semua aset kliennya itu dimasukan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) di KPK.
"Memang ada LHKPN yang enggak dimasukkan ke LHKPN karena sebagai persyaratan mau pilkada, enggak dibuat detil yang dibuat stafnya yang lupa melaporkan," ujar Haryo.
Menurut LHKPN yang disampaikan kepada KPK 25 Oktober 2010, Ade tercatat memiliki harta Rp 5,9 miliar. Harta itu terdiri dari beberapa bidang lahan dan bangunan, serta sejumlah alat transportasi.
Lahan dan bangunan yang dilaporkan Ade kepada KPK nilainya kurang lebih Rp 5,57 miliar dan tersebar di Karawang. Dia juga melaporkan mobil, yakni Honda CR-V, Hyundai AtoZ, dan Isuzu Panther. Ade tidak tercatat memiliki bisnis atau usaha apa pun, termasuk jual beli emas dan bisnis sarang burung walet.
KPK menetapkan Ade Nurlatifah sebagai tersangka TPPU melalui surat perintah penyidikan yang diterbitkan pada 3 Oktober lalu. Penetapan Ade dan Nurlatifah sebagai tersangka TPPU merupakan hasil pengembangan penyidikan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan keduanya terhadap PT Tatar Kertabumi terkait izin pembangunan mal di Karawang.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, pihaknya menemukan adanya indikasi jika Ade dan Nurlatifah mentransfer, menempatkan, membayarkan, atau mengubah bentuk harta yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
Sebelum menetapkan Ade sebagai tersangka, KPK telah melakukan penelusuran aset Ade dan Nurlatifah.
KPK menetapkan Ade dan Nurlatifah sebagai tersangka pemerasan pada 18 Juli 2014. Keduanya diduga memeras PT Tatar Kertabumi yang ingin meminta izin untuk pembangunan mal di Karawang.
Mereka diduga meminta uang Rp 5 miliar kepada PT Tatar Kertabumi untuk penerbitan surat izin tersebut. Uang itu akhirnya diberikan dalam bentuk dollar berjumlah 424.329 dollar Amerika Serikat.
Uang tersebut menjadi barang bukti dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 17 hingga 18 Juli 2014 dini hari. Keduanya disangka melanggar Pasal 12 e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 421 jo Pasal 55 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.