Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Belum Pastikan Status Kewarganegaraan 4 WNA yang Diduga Terlibat Terorisme

Kompas.com - 22/09/2014, 17:29 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Polri akan melacak sindikat pembuat paspor palsu yang digunakan empat warga negara asing (WNA) yang ditangkap di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu. Sementara itu, Polri masih berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Turki untuk memastikan status kewarganegaraan empat WNA tersebut.

"Kami akan bekerja sama dengan Malaysia dan Thailand untuk melacak sindikat pembuat paspor palsu," ujar Kepala Biro Penerangan Umum Polri Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar dalam konferensi pers di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Senin (22/9/2014).

Sebelumnya, dari pemeriksaan, telah diketahui bahwa keempat WNA tersebut mendapatkan paspor di Thailand dengan harga senilai 1.000 dollar AS untuk satu paspor. Karena telah terbukti menggunakan paspor palsu, keempat WNA tersebut dikenakan Pasal 119 Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Sementara itu, Boy mengatakan, tim penyidik Polri masih menunggu jawaban dari hasil koordinasi dengan Kedubes Turki dalam memastikan kewarganegaraan empat WNA yang menggunakan paspor palsu asal Turki.

"Untuk memastikan, kami masih menunggu jawaban tertulis dari Kedubes Turki," ujar Boy.

Sebelumnya, dalam pemeriksaan, keempat WNA tersebut sementara diketahui berasal dari Turkhistan. Menurut keterangan penyidik, keempat WNA menggunakan bahasa Uighur, yang biasa digunakan di wilayah perbatasan antara Tiongkok dan Turki.

Seperti diberitakan, tim gabungan dari Kepolisian Resor Parigi Moutong, Satuan Brimob Polda Sulawesi Tengah, dan Detasemen Khusus 88 Antiteror, Sabtu (13/9/2014), menangkap tujuh orang yang dicurigai terkait jaringan teroris. Dari semua yang ditangkap, empat orang adalah warga negara asing.

Saat ini, ketujuh orang yang ditangkap telah ditahan oleh kepolisian dan menjadi tersangka dalam kasus terorisme. Para tersangka dikenakan Pasal 15 jo Pasal 7 ayat 13 c Undang-Undang No 23 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com