Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Artidjo: Korupsi, Kanker yang Gerogoti Negara

Kompas.com - 19/09/2014, 06:43 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi menjadikan pencabutan hak untuk dipilih sebagai model untuk tuntutan pidana tambahan terhadap pejabat publik, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, yang didakwa melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Tuntutan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih ini mencegah pejabat publik yang melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang mengulangi penyalahgunaan jabatan setelah menjalani pidana.

”KPK akan menjadikan tuntutan tambahan hukuman ini sebagai standar untuk mencegah agar jangan sampai mantan pejabat publik yang melakukan korupsi mengulangi penyalahgunaan jabatan barunya,” ujar Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, di Jakarta, kemarin.

Busyro berpendapat, putusan kasasi MA yang menghukum Luthfi Hasan Ishaaq dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publiknya pada masa depan layak menjadi pedoman semua hakim pengadilan tindak pidana korupsi.

”Karena sistemis dan strukturalnya korupsi politik ini sehingga atas nama moralitas keadilan, seyogianya hakim pengadilan tindak pidana korupsi menjadikan putusan MA terhadap Luthfi sebagai pedoman moral vonis hakim,” katanya.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, pencabutan hak dipilih sebagai pejabat publik merupakan istilah yang benar secara konstitusi. Dia menyebutkan, kini terjadi penyimpangan pemahaman karena makna yang keliru dan tidak utuh dari istilah pejabat publik.

”Setiap penyelenggara negara, termasuk pejabat negara di eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta lembaga negara lain, adalah mereka yang mendapat kewenangan publik untuk menjalankan tugas dan kewajibannya serta mewujudkan hak-hak fundamental rakyat seperti ada dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan lain,” katanya.

Jadi, jika pejabat publik ini kelak terbukti tidak amanah karena melakukan korupsi dan pencucian uang, ujar Bambang, mereka tak hanya dihukum dengan pidana pokok berupa penjara dan denda material.

Peneliti senior Indonesia Legal Roundtable, yang juga kandidat doktor di bidang sosiologi hukum, Asep Rahmat Fajar, menilai keberadaan Hakim Agung Artidjo Alkostar ibarat setitik air di padang pasir.

”Beberapa putusan Artidjo itu menjadi air di gurun pasir bagi para pencari keadilan. Di tengah ketakpercayaan publik terhadap lembaga peradilan karena banyak putusan yang tidak menjawab harapan masyarakat, keluarlah putusan yang oleh publik dinilai senapas dengan rasa keadilan. Akhirnya, citra MA pun ikut terbawa. Orang menjadi yakin bahwa masih ada harapan di MA,” ujar Asep, Rabu. (ANA/BIL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Nasional
Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Nasional
KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

Nasional
Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Nasional
Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Nasional
Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Nasional
Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Nasional
Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi 'King Maker' atau Maju Lagi

Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi "King Maker" atau Maju Lagi

Nasional
Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Nasional
Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Nasional
Pemerintah Saudi Tambah Layanan 'Fast Track' Jemaah Haji Indonesia

Pemerintah Saudi Tambah Layanan "Fast Track" Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com