Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luthfi Hasan, Koruptor Kedua yang Dicabut Hak Politiknya

Kompas.com - 16/09/2014, 12:46 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Mahkamah Agung memperberat hukuman mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq, dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. Dalam putusan kasasinya, MA juga mencabut hak politik Luthfi untuk dipilih dalam jabatan publik.

Luthfi merupakan terdakwa kasus korupsi kedua KPK yang dicabut hak politiknya pada tingkat kasasi. (Baca: Hak Politik Luthfi Hasan Ishaaq Dicabut, Hukumannya Diperberat Jadi 18 Tahun)

Sebelumnya, ada mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI Irjen Djoko Susilo yang juga dicabut hak politiknya. Pencabutan hak politik Djoko diputuskan pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Kemudian pada tingkat kasasi, pencabutan hak politik Djoko tersebut diperkuat.

KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO Trdakwa dugaan korupsi dan pencucian uang proyek simulator ujian memperoleh surat izin mengemudi (SIM), Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo menjalani sidang vonis di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (3/9/2013). Ia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara, denda Rp. 500 juta, subsider enam bulan kurungan penjara. Ia menyatakan banding.


Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, pencabutan hak politik terhadap seorang terdakwa korupsi diharapkan bisa menimbulkan efek jera yang lebih tegas. Dia mengatakan, seorang pejabat publik cenderung menyelewengkan kewenangan yang dititipkan kepadanya.

Alih-alih menggunakan kewenangannya untuk kemaslahatan orang banyak, menurut dia, pejabat publik yang korup cenderung menggunakan jabatannya untuk kepentingan diri sendiri atau kelompoknya. (Baca: KPK: Putusan MA yang Cabut Hak Politik Luthfi Hasan Harus Jadi Rujukan)

"Sehingga tidak hanya harus dihukum atas perbuatannya, tapi dibuat tidak memiliki akses lagi untuk menduduki jabatan publik," ujar Bambang.

Sejauh ini, KPK kerap menuntut hakim agar mencabut hak politik terdakwa. Beberapa terdakwa yang diminta dicabut hak politiknya di antaranya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Gubernur Banten nonaktif Atut Chosiyah, dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Tim jaksa KPK juga dulunya menuntut majelis hakim Pengadilan Tipikor untuk mencabut hak politik Djoko dan Luthfi. Namun, sejauh ini Pengadilan Tipikor belum pernah mengabulkan tuntutan tim jaksa KPK terkait pencabutan hak politik tersebut.

Dalam kasus Akil, majelis hakim memutuskan mantan politikus Partai Golkar itu tetap memiliki hak untuk dipilih dan memilih. Menurut majelis hakim yang menangani perkara Akil, penerapan pencabutan hak dipilih dan memilih belum dapat diterima oleh semua komponen masyarakat.

Selain itu, Akil sudah dijatuhi hukuman maksimal, yakni penjara seumur hidup sehingga hukuman lain, termasuk membayar denda, dianggap tidak relevan lagi jika dibebankan kepadanya.

Majelis hakim Tipikor juga menolak tuntutan jaksa KPK yang meminta pencabutan hak politik Atut Chosiyah. Dalam putusannya, hakim menilai Atut tidak perlu lagi dicabut hak politiknya karena dengan sendirinya dia akan terseleksi dalam masyarakat setelah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Menanggapi belum beraninya majelis hakim tipikor memutuskan untuk mencabut hak politik terdakwa, Bambang berharap putusan MA atas perkara Luthfi bisa menjadi rujukan bagi hakim pada pengadilan di bawahnya. Pihaknya akan terus menuntut agar hakim melakukan pencabutan hak politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com