Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Ingatkan Potensi Korupsi jika Pilkada Lewat DPRD

Kompas.com - 11/09/2014, 23:00 WIB


Oleh: Ferry Santoso dan Khaerudin

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan tingginya potensi korupsi jika pemilihan kepala daerah dilakukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kebijakan itu membuat proses pelembagaan demokrasi yang seharusnya berjalan beriring dengan pemberantasan korupsi menghadapi ancaman serius.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menuturkan, bisa terjadi rekayasa kekuasaan oleh elite politik jika pemilihan kepala daerah diserahkan kembali kepada DPRD. Potensi terjadinya korupsi dari rekayasa elite dalam pemilihan kepala daerah terbuka lebar.

Pemaksaan elite politik agar kepala daerah dipilih oleh segelintir elite bisa juga disebut sebagai korupsi demokrasi. ”Ini salah satu indikasi dan fakta yang bisa dan biasa disebut dalam nomenklatur sosiologi sebagai political corruption dan korupsi demokrasi,” kata Bambang, Kamis (11/9/2014), di Jakarta.

Rakyat yang seharusnya berdaulat dan mengontrol kekuasaan tersisih perannya karena pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD membuat hubungan dengan kekuasaan berlangsung asimetris. Terlebih upaya membuat kembali perundang-undangan pilkada lewat DPR dilandasi oleh hasrat terhadap kekuasaan. ”Makna daulat rakyat sejati seperti dijamin konstitusi di mana rakyat menjadi subyek utama dalam memilih kepala daerahnya didelegitimasi secara inskonstitusional untuk kepentingan sempit kekuasaan yang berbasis pada syahwat dan libido kekuasaan,” kata Bambang.

Oleh karena itu, rakyat perlu menyimak dengan saksama seluruh proses pembuatan dan revisi RUU Pilkada karena ini menyangkut hak mereka secara konstitusional yang sedang direbut oleh elite politik.

”Kini saatnya rakyat menyimak dengan saksama seluruh proses pembuatan atau revisi RUU Pilkada. Mengidentifikasi siapa saja yang punya sikap dan pandangan yang secara tegas maupun tersamar mendukung tidak dipenuhinya hak-hak rakyat untuk memilih langsung,” kata Bambang.

Di masa depan, rakyat bisa mengidentifikasi siapa saja yang merampas hak-hak politik mereka dan menghukumnya secara politik. Menurut Bambang, elite politik yang memaksakan kehendaknya agar rakyat tak lagi bisa memilih pemimpin secara langsung bisa diidentifikasi sebagai pelaku korupsi politik.

”Rakyat harus secara kritis mengkaji dan mempertanyakan beberapa hal sebagai wacana, yaitu apakah mereka yang mendelegitimasi hak rakyat untuk memilih pemimpin secara langsung bisa disebut sebagai pelaku korupsi politik atau pelaku korupsi demokratisasi, dan atau apakah pelaku tersebut dapat dikenai sanksi politik dan sosial agar mereka konsisten dan amanah menjalankan daulat rakyat,” ujar Bambang.

Busyro Muqoddas, juga Wakil Ketua KPK, mengatakan, belajar dari hasil penelitian KPK soal penerbitan izin usaha pertambangan yang diselewengkan di sejumlah daerah, dikhawatirkan para pengusaha hitam akan lebih mudah menyogok DPRD. Sementara itu, DPRD akan lebih leluasa memeras kepala daerah karena merasa sebagai penentu kepemimpinan di daerah.

”Praktik korupsi kepala daerah tingkat dua untuk izin usaha pertambangan telah memberi contoh. Dengan dipilih oleh DPRD, maka kondisi itu akan semakin parah. Kepala daerah rentan korupsi. Korporasi tambang akan lebih mudah menyogok anggota DPRD, dan sebaliknya anggota DPRD merasa lebih leluasa memeras kepala daerah,” katanya.

Ketua Serikat Pekerja Nasional Jawa Barat Iyan Sopyan menyatakan, pilkada oleh DPRD akan menyuburkan praktik politik transaksional, terutama antara calon kepala daerah, bahkan sampai terpilih sebagai kepala daerah, dengan anggota DPRD. ”Jangan harap akan lahir kebijakan yang pro rakyat. Kepala daerah akan cenderung mengutamakan kepentingan DPRD supaya mereka terpilih lagi di periode berikutnya,” katanya.

Basuki mundur

Pengunduran diri Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari kepengurusan Partai Gerindra mencerminkan keberanian untuk membela kemajuan demokrasi dalam pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Langkah ini tidak mengurangi legitimasi Basuki sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan nanti sebagai gubernur, melainkan bisa memperkuat dukungan rakyat kepadanya.

”Keberanian Ahok menunjukkan kepada publik bahwa dia mengabdi pada rakyat. Parpol hanya penjual tiket pilkada, tetapi pemegang mandat suara adalah rakyat. Ahok yakin, parpol tidak bisa memecat dirinya dari wakil gubernur atau gubernur sekalipun dirinya mundur atau dipecat dari parpol,” kata pengajar Sosiologi Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Arie Sujito.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BNPB: Total 43 Orang Meninggal Akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal Akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Nasional
KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

Nasional
Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

Nasional
Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

Nasional
Lewat Pesantren Gemilang, Dompet Dhuafa Ajak Donatur Lansia Jalin Silaturahmi dan Saling Memotivasi

Lewat Pesantren Gemilang, Dompet Dhuafa Ajak Donatur Lansia Jalin Silaturahmi dan Saling Memotivasi

Nasional
Hari Pertama Penerbangan Haji, 4.500 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Pertama Penerbangan Haji, 4.500 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com