JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menyebut ada upaya yang dilakukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk memengaruhi saksi-saksi dalam persidangan. KPK mengklaim punya bukti yang menunjukkan indikasi Anas merintangi proses hukum kasus Hambalang yang menjeratnya.
"Kita bisa mengukur siapa itu Anas. Berbagai macam pernyataan, begitu dikonfirmasi dengan alat bukti elektronik, selesai. Di balik wajah innocent, ada upaya yang sistematis untuk memengaruhi saksi-saksi," kata Bambang di Jakarta, Jumat (6/9/2014).
Dia bahkan menyebut Anas berupaya menekan saksi-saksi secara sistematis sehingga menyesatkan proses persidangan. Menurut Bambang, salah satu bukti yang menunjukkan adanya upaya Anas menekan saksi adalah print out (cetakan) BlackBerry Messenger (BBM) atas nama Wisanggeni.
Saat diperiksa sebagai terdakwa dalam persidangan pada Kamis (5/9/2014), Anas mengaku pernah memakai nama Wisanggeni sebagai profile BBM-nya.
"Soal BBM Anas ke saksi agar keterangan soal tanah yang dibeli 1 juta dollar AS di Yogya itu atas perintah Nazar, itu kan bisa masuk kategori obstraction of justic (merintangi proses hukum)" ujar Bambang.
BBM Wisanggeni
Print out BBM atas nama Wisanggeni dibacakan tim jaksa KPK dalam persidangan pada Kamis malam. Jaksa KPK lalu membacakan beberapa percakapan yang diambil dari BB berprofil Wisanggeni tersebut. Salah satu percakapan tersebut ada yang menyebut pemberian ke 15 DPC.
"Ril, 100 dikasih 15 DPC, 100 dikasihkan NZ langsung, beli BB NZ, NRL, EVA," kata jaksa Yudi membacakan pesan Wisanggeni tersebut.
Jaksa melanjutkan pesan berikutnya yang menyebut nama Eva, Pasha, dan Dewo. "Eva kasih ke Pasha dan Dewo, EO 2M, dan 560 JT" ucap jaksa.
Tidak diketahui siapa Eva, Pasha, dan Dewo dalam percakapan ini. Demikian juga dengan istilah NRL dan NZ.
Jaksa KPK tidak menyebutkan apakah Eva yang dimaksudkan dalam BBM tersebut adalah Eva Ompita, yang merupakan staf keuangan Partai Demokrat.
Dalam persidangan sebelumnya, Neneng Sri Wahyuni yang merupakan istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebutkan, Grup Permai mengeluarkan uang Rp 30 miliar untuk pemenangan Anas sebagai ketua umum dalam Kongres Partai Demokrat 2010.
Neneng menyebutkan bahwa uang itu akan diserahkan kepada para ketua DPC. Menurut dia, uang tersebut akan diambil Eva dan Nuril.
Tak berhenti sampai di situ, jaksa KPK kembali membacakan pesan BBM, "Hambalang: usahakan anggaran karena ada perusahaan istri."
Lalu, jaksa membacakan pesan BBM yang berkaitan dengan status lahan di Yogyakarta. Menurut transkrip itu, ada perintah agar bukti-bukti kepemilikan dihilangkan.
"Tanah Yogya dikaitkan dengan 1 juta dari NZ, keterangan NZ saja, dicari hub telpon antara Gerald dengan ajudan, janji ketemuan NZ di tahun 2010, BAP Nuril tidak ada, tetapi kasih petunjuk-petunjuk tentang pemberian tadi, janji NZ melalui ADC dan Gerald. Jangan sampai ada bukti-bukti kepemilikan di rumah. TPPU, jangan sampai ada bukti perintah cari dana kongres," kata jaksa membacakan pesan BBM tersebut.
Ada juga BBM yang menyebutkan hubungan AU dengan NZ sejak lama kurang bagus, bahkan sehabis kongres menjadi buruk. Juga ada pesan yang menyinggung elektabilitas Partai Demokrat.
"Anas: elektabilitas Demokrat tergantung SBY".
Setelah jaksa membacakan pesan BBM tersebut, Anas sempat meminta agar dijelaskan konteks pembicaraan itu. Dia meminta jaksa menjelaskan secara utuh kepada siapa pesan itu dikirimkan, dari siapa dan apa respons Wisanggeni selanjutnya.
"Mohon jika berkenan bisa disampaikan itu BB dari apa namanya, kalau ada pesan, pesan dari siapa, konteksnya apa, dan tolong kalau ada, apa respons atau jawaban dari Wisanggeni. Itu akan menjelaskan bukan sesuatu yang sepihak untuk melihat secara utuh sebagai apa," tutur Anas.
Jaksa Yudi lantas menegaskan bahwa pesan-pesan yang dibacakan tadi merupakan BBM dari Wisanggeni. Pada akhirnya, Anas membantah jika pesan itu dikirimkan olehnya.
"Kalau dari saya pasti tidak karena saya tidak pernah menulis pesan seperti itu," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.