Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Didorong Ungkap Korupsi Skala Besar di Sektor Minerba

Kompas.com - 28/08/2014, 09:18 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi diminta mengungkap kasus korupsi skala besar di sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) di Indonesia. Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar mengatakan, pencegahan dan penindakan korupsi di sektor pertambangan mineral dan batubara masih belum maksimal.

"Sampai saat ini belum ada kasus besar korupsi di sektor pertambangan mineral dan batubara yang diungkap KPK," ujar Bisman, Kamis (28/8/2014).

Mengutip data KPK, Bisman mengungkapkan, potensi kerugian negara dari sektor pertambangan mineral dan batubara mencapai Rp 35,6 triliun dan 1,79 juta dollar AS atau setara dengan Rp 17,9 triliun. Menurut Bisman, jumlah tersebut tidak sebanding dengan pendapatan negara yang termasuk dalam APBN sebesar Rp17,6 Triliun.

"Ditambah, kerusakan alam yang parah akibat eksploitasi tambang," ujar dia.

Bisman mengungkapkan, hingga saat ini masih terdapat 4.900 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah atau belum memenuhi kualifikasi 'clear and clean'. Oleh karena itu, ia berharap KPK beserta jajaran penegak hukum menindaklanjuti IUP yang bermasalah secara tuntas.

“Pushep berharap KPK dan Kepolisian dapat bersinergi dan berbagi tugas melakukan penindakan dan penegakan hukum yang lebih maksimal," katanya.

Pada Rabu (27/8/2014) kemarin, KPK mengumpulkan ratusan pengusaha tambang dan sejumlah petinggi kelembagaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, untuk melakukan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan minerba di Indonesia. Bisman mendukung dan mengapresiasi langkah tersebut sebagai upaya pencegahan korupsi di sektor pertambangan minerba.

"Langkah KPK ini diharapkan dapat mendorong perbaikan tatakelola pertambangan mineral dan batubara," kata Bisman.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menjelaskan, dari hasil kajian sistem pengelolaan PNBP ditemukan sedikitnya 10 masalah dalam pengelolaan pertambangan minerba, di antaranya, belum dilaksanakannya renegosiasi kontrak.

Busyro mengungkapkan, ada 34 Kontrak Karya dan 78 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang mestinya harus diselesaikan pada 12 Januari 2010. Masalah lainnya yaitu belum dilaksanakannya peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang minerba, belum tertatanya Izin Usaha Pertambangan (IUP), tidak ada upaya meningkatkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, dan belum diterbitkannya aturan pelaksana UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.

Busyro menambahkan, ada sejumlah perusahaan yang mendapat IUP di atas lahan hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Busyro mengklaim, hasil korsup yang dilakukan KPK sejak Februari 2014 pun membuahkan hasil. Beberapa kepala daerah seperti Bupati Morowali, Lahat, hingga Malinau telah mencabut sejumlah IUP.

Adapun, korupsi ini dilakukan karena KPK memiliki tugas untuk melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai Pasal 6 huruf e dan Pasal 14 UU Nomor 30/2002 tentang KPK. Kajian itu, lanjut Busyro, dilakukan untuk mencegah tindak pidana korupsi pada sektor minerba.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com