Dengan landasan moral itu, pada 1917 Gandhi mulai mengajak bangsanya bermental Swadeshi. Swadeshi tidak hanya berarti memenuhi kebutuhan dengan yang tersedia, tetapi sekaligus ”Kendalikanlah kebutuhan Anda.” Maka, menenun khadi menjadi simbol sekaligus praktik Swadhesi.
Gerakan menenun dan menggunakan khadi memuncak pada 1922 ketika Gandhi tampil di depan umum dalam balutan kain utuh tak berjahit. Sejak itu, Gandhi tak pernah lepas dari khadi: simbol gerakan moral dan politik—Satyagraha—dan gerakan ekonomi—Swadeshi.
Gandhi percaya memproduksi dan menggunakan kain tenunan tangan merupakan bagian dari pengasahan kekuatan batin untuk menggantikan peradaban Eropa dengan Satyagraha. ”Pikiran itu seperti burung yang tak pernah berhenti terbang; semakin banyak yang didapat, semakin banyak yang diinginkan. Semakin kita umbar, semakin tak terkendali nafsu kita.”
Di sini Gandhi jelas bersikeras, gerakan ekonomi dan politik tak mungkin lepas dari suatu gerakan moral, dari khadi, simbol keutamaan moralitas. Sebaliknya, khadi atau keutamaan moralitas juga bisa menjadi pernyataan politis yang sangat tajam.
Menjawab kritik karena mengenakan selembar kain saja ketika mengikuti Konferensi Meja Bundar di London, Gandhi menulis, ”Pakaian saya, ditulis surat kabar sebagai kain gombal. Dikritik, diolok-olok… Tetapi saya di sini menjalankan misi agung dan khusus. Kain gombalku adalah pakaian junjunganku, rakyat India.”
Christina M Udiani
Editor Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia