Sayangnya, visi-misi capres pada Pilpres 2014 sepertinya tak mau beranjak dari jejak kuasa rezim ekstraksi. Misalnya, Joko Widodo-Jusuf Kalla yang akan memperbanyak jumlah pengusaha pertambangan nasional, sementara Prabowo Subianto-Hatta Rajasa akan mendorong pertambangan yang ramah lingkungan dan sosial.
Kedua capres ini gagal mengenali masalah dan mengabaikan watak pemangsa rezim ekstraksi yang selama ini meninggalkan ongkos tak terhitung. Bukan itu saja, semua itu harus ditanggung penduduk lokal bersama rusaknya bentang lahan, hilangnya keragaman hayati, pencemaran lingkungan, dan konflik agraria berkepanjangan.
Nadia, murid perempuan kelas V SD di Samarinda—korban kedelapan yang meninggal karena tenggelam di lubang tambang batubara—adalah sebagian kecil ongkos tersebut. Kini ada 150 lubang tambang yang tak diurus bertebaran di ibu kota Kaltim itu sejak 71 persen wilayah kotanya menjadi konsesi pertambangan.
Pemerintahan ke depan mestinya mulai meninggalkan rezim ekstraksi ini dan menempuh jalan baru. Jalan itu tak lain adalah memilih ekonomi yang lebih berkelanjutan, mandiri, dan mengutamakan keselamatan rakyat.
Siti Maemunah
Badan Pengurus Jatam dan Peneliti Sajogyo Institute