JAKARTA, KOMPAS.com — Pemimpin Redaksi tabloid Obor Rakyat Setyardi Budiono akhirnya bersuara setelah muncul banyaknya pro dan kontra terkait tulisan dalam tabloid itu. Setyardi mengaku prihatin dengan banyaknya tuduhan atas tabloid buatannya itu yang disebut sebagai kampanye hitam. Setyardi bersikeras menyebut tabloid yang hanya memuat kritik terhadap Jokowi itu sebagai produk jurnalistik yang bisa dikategorikan sebagai jurnalisme warga.
Apa yang mendasari Setyardi, yang merupakan mantan jurnalis dan beralih menjadi Komisaris PT Perkebunan Nusantara XIII, ini menyebut karyanya itu sebagai sebuah karya jurnalistik? Berikut kumpulan pernyataan Setyardi kepada sejumlah wartawan seusai diskusi di Jakarta, Sabtu (14/6/2014).
1. Cara mengumpulkan informasi
Setyardi mengaku proses pembuatan setiap artikel yang ada dalam tabloid Obor Rakyat dilakukan dengan cara kerja jurnalistik pada umumnya. Dia mencontohkan salah satu artikel yang berjudul "Jokowi Selalu Mewariskan Jabatan ke Non-Muslim" adalah hasil wawancara redaksi tabloidnya dengan Ketua MUI KH Kholil Ridwan.
Selain melakukan wawancara, Setyardi mengaku mengolah berita berdasarkan hasil riset. Hasil riset yang disebutnya itu berasal dari informasi dari internet. Saat itu, Setyardi tidak menjawab secara spesifik media mana yang menjadi sumber informasinya yang menjadi dasar pembuatan berita dalam Obor Rakyat.
Namun, Darmawan Sepriyossa dalam testimoninya dalam tulisan "Obor Rakyat dan Saya" yang dimuat di Inilah.com menyebutkan bahwa Setyardi sempat menyatakan kepada dirinya bahwa sumber berita nanti akan berasal dari tulisan-tulisan kritis di dunia maya, baik dari situs-situs berita maupun laman media sosial.
"Kita ambil saja tulisan-tulisan kritis yang berseliweran di Facebook, Twitter, kan banyak. Kan nggak semua warga negara Indonesia punya akun Facebook dan sehari-hari internetan," kata Setiyardi seperti yang dituliskan Darmawan pada Jumat (13/6/2014).
2. Pemilihan judul dan "angle" artikel
Di dalam tabloid Obor Rakyat yang kini sudah keluar dua edisi, tulisan dan angle yang diangkat adalah sudut pandang yang mengkritik sosok Jokowi. Pada edisi pertama, misalnya, Setyardi memilih memasang judul besar "Capres Boneka". Kalimat itu diambil berdasarkan hasil kontemplasi Setyardi sebagai seorang jurnalis. Dia pun mengutip pernyataan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri yang menyebut Jokowi sebagai "petugas partai". Dari situlah, Setyardi mengaku bisa menyimpulkan Jokowi sebagai seorang "capres boneka".
Masih di halaman muka, terdapat dua subjudul yang bertuliskan "184 caleg non muslim PDI-P untuk kursi DPR". Saat ditanyakan motifnya memuat subjudul itu, Setyardi mengaku tidak ada yang salah dari tulisan itu. Menurut dia, itu adalah fakta yang diambilnya dari situs Komisi Pemilihan Umum.
"Itu kan fakta. Sama kalau saya bilang PKS itu partai Islam, marah enggak? Ya, enggak boleh marah," katanya kepada wartawan.
Sementara itu, di bagian dalamnya, tabloid itu mengangkat tulisan yang bermuatan SARA, seperti dalam tulisan berjudul "Disandera Cukong dan Misionaris", "Jokowi Anak Tionghoa", "Dari Solo Sampai Jakarta, De-Islamisasi Ala Jokowi", dan "Partai Salib Pengusung Jokowi".
3. Tanpa konfirmasi
Anggota Tim Sukses Jokowi-JK, Firman Jaya Daeli, menyatakan, tidak ada satu pun anggota tim sukses ataupun pengurus partai koalisi pendukung Jokowi-JK yang pernah dimintai tanggapannya atas semua tulisan itu oleh redaksi Obor Rakyat. Oleh karena itu, Firman memastikan bahwa Obor Rakyat bukanlah produk jurnalistik.
"Enggak ada. Karena itu, kami sudah memahami tujuannya memang bukan menuliskan fakta sebagaimana yang ada dalam jurnalistik, melainkan tujuannya memang mau menyudutkan saja," kata dia.
Persoalan klarifikasi dan konfirmasi ini dijawab Setyardi justru dengan mencontoh gaya media online. Menurut dia, konfirmasi berita di media online kerap dilakukan dalam berita selanjutnya. Setyardi pun mengaku sudah memberikan ruang hak jawab bagi kubu Jokowi dalam halaman situs website Obor Rakyat.
"Kami membuka website OborRakyat.com, kami harapkan para narasumber bisa merespons lewat situ," katanya.
Namun, pantauan Kompas.com, alamat situs itu tidak dimasukkan ke dalam terbitan tabloid Obor Rakyat edisi pertama. Saat berusaha mengakses situs seperti yang disebutkan Setyardi, halaman situs justru tidak ditemukan. Setyardi sempat berdalih bahwa website-nya tengah dibajak saat memberikan penjelasan kepada wartawan perihal dugaan alamat palsu redaksi.