Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MS Kaban Dapat Dijerat Hukuman

Kompas.com - 30/05/2014, 15:35 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Selain ancaman dugaan korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu pada Departemen Kehutanan tahun 2007, mantan Menteri Kehutanan, yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Malam Sambat Kaban juga dapat dijerat hukuman tambahan berupa kesaksian palsu.

"MS Kaban seharusnya tak hanya dikenai ancaman pasal korupsi, tetapi juga dijerat dengan pasal memberikan keterangan palsu karena tidak mengakui suaranya dalam rekaman pembicaraan yang diperdengarkan di pengadilan," ujar anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, Kamis (29/5/2014), di Jakarta.

Emerson mengatakan, Pasal 22 jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, saksi yang sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tak benar dipidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun.

Sebelumnya, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu lalu, Kaban membantah rekaman suaranya yang diperdengarkan saat meminta uang kepada terdakwa, pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, selaku pelaksana proyek SKRT pada Kementerian Kehutanan, untuk dikirim ke rumahnya. Pembicaraan yang diputar kembali rekamannya terjadi pada 16 Agustus 2007.

Riyono, selaku jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mulanya bertanya kepada Kaban, apakah Kaban pernah berkomunikasi lewat telepon dengan Anggoro terkait permintaan uang. Kaban menjawab, ”Seingat saya tidak.”

Dengan meminta izin hakim ketua Nani Indrawati, Riyono kemudian memutarkan rekaman pembicaraan antara Kaban dan Anggoro. Menurut Riyono, dalam rekaman tersebut terjadi pembicaraan di antara keduanya.

Dari rekaman suara terdengar seseorang yang diduga Kaban berkata, ”Ini agak emergency, bisa kirim sepuluh ribu?" Oleh suara yang diduga Anggoro dijawab, ”Oke, Pak.” Lalu, suara yang diduga Kaban berkata lagi, "Seperti kemarin, bungkus kecil saja.”

Suara yang diperkirakan Anggoro kembali bertanya, ”Dikirim ke mana?”, dan dijawab oleh suara yang diduga Kaban, ”Kirim ke rumah, sekitar jam 8.”

Setelah rekaman diperdengarkan, Riyono bertanya, ”Kenal dengan suara itu?” Kaban menjawab, ”Tidak.” Namun, Riyono mencecar lagi, ”Itu betul nomor telepon Saudara, ya?” Kaban membenarkan.

”Kalau bukan Saudara, lantas suara siapa?” tanya Riyono terus mengejar. Menurut Kaban, telepon selulernya kerap dipegang ajudan atau anak buahnya. Bahkan, pada 16 Agustus 2007 itu, telepon selulernya diakui dipegang kepala tata usaha menteri yang bernama Win. ”Saya percaya dengan Saudara Win. Saya tak mau menuduh,” ujar Kaban.

Jaksa Riyono tak mau berhenti. ”Setelah kasus itu terungkap, mengapa Saudara tidak mengonfirmasi kepada Win mengenai hal tersebut, padahal itu merugikan Saudara,” ujarnya.

Namun, Kaban menjawab dirinya sudah menganggap urusan tersebut selesai karena tak ada realisasi pemberian uang.

JPU selanjutnya memutarkan kembali dua rekaman suara yang diduga suara Kaban dan Anggoro. Saat ditanya apakah mengenal suara dalam pembicaraan tersebut, lagi-lagi Kaban mengaku tidak ingat.

Bahkan, Kaban juga menepis bukti komunikasinya dengan Anggoro melalui pesan layanan singkat (SMS) yang ditunjukkan Riyono. Dalam surat dakwaan disebutkan, pada 25 Februari 2008, Anggoro menerima SMS dari Kaban yang meminta menyediakan cek perjalanan. Anggoro kemudian membeli sejumlah cek perjalanan senilai Rp 50 juta dan menyuruh sopirnya mengantarkan cek perjalanan kepada Kaban ke Departemen Kehutanan. Anggoro juga pernah menyerahkan uang 15.000 dollar AS kepada Kaban di rumah dinasnya.

KPK tetap yakin

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com