JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi terkait adanya celah ketidakpastian hukum mengenai hak pilih anggota TNI dan Polri dalam pemilu. Putusan mahkamah tersebut memastikan bahwa anggota TNI/Polri tidak memiliki hak memilih dalam Pemilu Presiden 9 Juli mendatang.
"Mengabulkan permohonan yang dimohonkan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Rabu (28/5/2014).
Dalam pertimbangannya, mahkamah berpendapat, TNI/Polri perlu terus menjaga netralitasnya dalam fungsi tugas dan wewenangnya sebagai alat negara. Netralitas anggota TNI/Polri, kata Hamdan, dengan tidak menggunakan haknya untuk memilih.
Perkara tersebut tertuang dalam risalah sidang nomor 22/PUU-XII/2014. Uji materi itu diajukan oleh dua pemohon, yaitu mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim dan advokat Supriyadi Widodo Eddyono.
Para pemohon mengajukan uji materi Pasal 260 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Menurut kuasa hukum pemohon Wahyudi Djafar, pasal itu berbeda pengaturannya dengan pasal 326 UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD.
Wahyudi mengatakan, pengaturan yang berbeda itu menimbulkan situasi ketidakpastian hukum. Di satu sisi, dalam konteks pemilu legislatif, hak anggota TNI/Polri dibatasi, tetapi pada pemilu presiden, tidak ada larangan penggunaan hak politik sehingga bisa ditafsirkan dengan anggota TNI/Polri bisa menggunakan hak pilihnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.