"Ente salah. Kalau tintanya gampang dihapus, itu tandanya sisanya pasti sangat banyak," kata saya.
"Maksud lo?"
"Sisa keuntungan yang diperoleh saudagar tinta pasti banyak banget tuh, lantaran kualitas tinta yang jelek mutunya," ujar saya.
"Baiklah, lantas apa lagi yang sisa?" tanya kawan saya yang bernama Iskandar itu.
Saya pun bilang. Banyak... banyak banget. Mereka yang stres karena gagal menjadi anggota Dewan, mereka yang bungah karena terpilih sebagai anggota Dewan, mereka yang meraup keuntungan setelah menjadi rekanan Komisi Pemilihan Umum, mereka yang sedang ribut membicarakan efek Jokowi yang kalah dari efek Prabowo atau efek Rhoma Irama yang telah mendongkrak perolehan PKB.
"Terus apa lagi yang tersisa?" Iskandar masih penasaran.
Saya pun pura-pura berpikir keras. Lalu, spontan saya bilang, yang tersisa saat ini adalah kasak-kusuk untuk berkoalisi.
"Terus apa lagi?"
"Kita siap-siap menyaksikan para kutu loncat yang akan berpindah partai karena partai yang lama dinilai tidak menguntungkan lagi."
"Omong-omong, apa kabarnya Farhat ya?"
"Meneketehe (mana kutahu). Kabarnya sih dia sudah siap untuk tidak jadi gila jika tak terpilih jadi anggota Dewan," kata saya.
"Kuat sekali dia ya mentalnya."
"Untuk urusan caleg, dia mengaku tahan."
"Emang Si Farhat punya kelemahan? Yang kutahu mental dia kuat sekali, dikeroyok oleh banyak orang, dia tetap cool...."
"Ada kelemahannya. Kata Farhat, dia bisa gila kalau putus cinta! Nih masih kusimpan kicauannya. 'Yang sedih dan bisa gila itu jika gagal karena cinta, bukan gagal caleg. Gagal cinta gila seratus juta, gagal cinta nganggur, dan gila,' tulis Farhat dalam akun Twitternya, @farhatabbaslaw, Kamis (10/4/2014)."
"Ha-ha-ha...."
"Kenapa tertawa?"
"Farhat ternyata masih tetap...."
"Tetap apa?"
"Tetap unyu-unyu...."
@JodhiY
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.