"Jokowi ini tren politik. PDI-P kaget terhadap fenomena Jokowi. Kekagetan ini tidak direspon dengan baik," kata Hendri, di Jakarta, Kamis (10/4/2014).
"Pada saat Jokowi dicalonkan sebagai capres, komunikasi politiknya kurang bagus. Dia hanya memproklamirkan sendiri," lanjut Hendri.
Selain itu, menurutnya, kebersamaan Jokowi dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri selama masa kampanye terbuka kurang terlihat. Situasi tersebut membuat masyarakat tidak menangkap dengan baik bahwa Jokowi adalah bakal capres dari PDI-P.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI-P Effendi Simbolon mengatakan, prosesi deklarasi Jokowi memang dilakukan secara sederhana. PDI-P, kata dia, tidak memiliki pemikiran untuk merekayasa prosesi itu agar terkesan gegap gempita.
"Kalaulah benar memang sosok Pak Jokowi dikehendaki Tuhan, mau 18 persen, 19 persen, jadilah dia (presiden). Enggak ada yang bisa halangi dia. Mau pake kuda, mau pake ini," kata Effendi.
Seperti diberitakan, PDI-P berada di posisi teratas hitung cepat Pemilu Legislatif 2014 dengan perolehan suara di kisaran 18 sampai 20 persen. Angka ini jauh dari target 27 persen. Sejumlah kalangan menilai, PDI-P tak berhasil memenuhi target karena tak mampu memaksimalkan "Jokowi Effect". Salah satu penyebabnya, PDI-P dianggap terlambat menetapkan Joko Widodo sebagai bakal calon presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.