Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Keterlaluan, KPK Bakal Jerat Pihak yang Kaburkan Kasus Atut

Kompas.com - 18/03/2014, 18:03 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Komisi Pemberantasan Korupsi membidik sejumlah pihak yang diduga berupaya menghalang-halangi proses penyidikan kasus dugaan suap sengketa pemilihan kepala daerah Lebak, Banten, dengan tersangka Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, tindakan yang dilakukan sejumlah pihak tersebut sudah menghambat proses peradilan, dan kondisi ini sudah keterlaluan.

"Pengembangan yang lain itu kan ada pihak-pihak lain yang mempunyai peran mengaburkan kasus-kasus ini. Sekarang kita mulai konsentrasi. Kita mulai konsentrasi di situ karena sudah keterlaluan. Kami ingin konsentrasi karena itu obstruction of justice (menghambat proses peradilan) karena dia secara sengaja (mengaburkan itu)," kata Bambang di Jakarta, Selasa (18/3/2014).

Namun, Bambang belum dapat menyebutkan siapa saja pihak yang diduga berupaya menghalang-halangi proses penyidikan kasus Atut tersebut. Dia mengatakan, pihak-pihak itu bermaksud mengelabui sehingga proses hukum Atut di KPK menjadi kabur.

Menurut Bambang, pihak yang berupaya menghalang-halangi tersebut bisa dikenakan Pasal 21 atau 22 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 21 berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Sementara itu, Pasal 22, yang mengatur soal keterangan palsu, berbunyi: Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

"Kita cobalah satu-satu, kita mulailah dari satu," ujar Bambang.

Sebelumnya diberitakan, KPK mencium indikasi peran pengacara Atut dalam memengaruhi sejumlah saksi. Para pengacara tersebut diduga memerintahkan sejumlah saksi untuk keluar dari Jakarta pada saat dipanggil KPK.

Salah satu pihak yang diperintah kabur adalah Siti Halimah alias Iim, yang merupakan ajudan Atut. Terkait penyidikan kasus Atut, KPK sudah memeriksa sejumlah pengacara, antara lain Tubagus Sukatma, Efran Helmi Juni, dan Andi F Simangunsong sebagai saksi.

Hari ini, KPK kembali memanggil pengacara Teuku Nasrullah. Namun, yang bersangkutan belum memenuhi panggilan KPK hingga pukul 17.00 WIB. Seusai diperiksa KPK pada 11 Maret lalu, Tubagus membantah disebut berupaya menghalang-halangi penyidikan Atut dengan memengaruhi saksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei LSI: Ada Pengaruh Jokowi, yang Membuat Kaesang Unggul di Jateng

Survei LSI: Ada Pengaruh Jokowi, yang Membuat Kaesang Unggul di Jateng

Nasional
Mimi Campervan Girl dan Tim THK Dompet Dhuafa Bagikan Sapi Kurban untuk Warga Ohoidertawun

Mimi Campervan Girl dan Tim THK Dompet Dhuafa Bagikan Sapi Kurban untuk Warga Ohoidertawun

Nasional
Hasto Siap Hadir Jika Dipanggil KPK Lagi Juli Mendatang

Hasto Siap Hadir Jika Dipanggil KPK Lagi Juli Mendatang

Nasional
PDI-P Buka Peluang Kerja Sama Politik dengan PAN, Gerindra dan PKB di Beberapa Provinsi

PDI-P Buka Peluang Kerja Sama Politik dengan PAN, Gerindra dan PKB di Beberapa Provinsi

Nasional
Menkominfo Didesak Mundur soal PDN, Wapres: Hak Prerogatif Presiden

Menkominfo Didesak Mundur soal PDN, Wapres: Hak Prerogatif Presiden

Nasional
PDN Diretas, Wapres: Tidak Terpikirkan Dahulu Ada Peretasan Dahsyat

PDN Diretas, Wapres: Tidak Terpikirkan Dahulu Ada Peretasan Dahsyat

Nasional
Menteri BUMN Cek Kesiapan Jaringan Gas Pertamina di IKN

Menteri BUMN Cek Kesiapan Jaringan Gas Pertamina di IKN

Nasional
Soal Koster Kembali Diusung di Pilkada Bali, Hasto: Megawati di Bali Lakukan Pemetaan

Soal Koster Kembali Diusung di Pilkada Bali, Hasto: Megawati di Bali Lakukan Pemetaan

Nasional
Yakin Menang di Pilkada Jakarta, PKS: Presidennya Sudah Prabowo, Pendukung Anies 2017

Yakin Menang di Pilkada Jakarta, PKS: Presidennya Sudah Prabowo, Pendukung Anies 2017

Nasional
PDI-P Siapkan Kader Sendiri jika Kaesang Maju Pilkada Jateng 2024

PDI-P Siapkan Kader Sendiri jika Kaesang Maju Pilkada Jateng 2024

Nasional
Ajak Anak Muda Belajar dari Bung Karno, Ganjar: Soekarno Tidak Pernah Bicara Kepentingan Keluarga

Ajak Anak Muda Belajar dari Bung Karno, Ganjar: Soekarno Tidak Pernah Bicara Kepentingan Keluarga

Nasional
DKPP: Sidang Putusan Kasus Asusila Ketua KPU RI Digelar 3 Juli 2024

DKPP: Sidang Putusan Kasus Asusila Ketua KPU RI Digelar 3 Juli 2024

Nasional
PDI-P Siapkan 3 Menteri Jokowi untuk Pilkada Jatim: Risma, Azwar Anas, dan Pramono Anung

PDI-P Siapkan 3 Menteri Jokowi untuk Pilkada Jatim: Risma, Azwar Anas, dan Pramono Anung

Nasional
Ridwan Kamil-Kaesang Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, PKS: Anies-Sohibul Butuh Lawan Tangguh

Ridwan Kamil-Kaesang Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, PKS: Anies-Sohibul Butuh Lawan Tangguh

Nasional
PKS Dukung Rekomendasi KPK Soal Tak Gelontorkan Bansos Jelang Pilkada

PKS Dukung Rekomendasi KPK Soal Tak Gelontorkan Bansos Jelang Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com