Dari 11 calon hakim konstitusi yang diuji, seorang calon, yakni dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Atip Latipulhayat tampil menonjol. Atip, doktor filsafat dari Universitas Monash tersebut, diuji selama 2 jam 45 menit dari alokasi waktu 90 menit.
Inilah waktu ujian terlama calon hakim konstitusi. Apabila calon hakim konstitusi tak meyakinkan, tim pakar dan Komisi III hanya menguji kurang dari 90 menit. Ketika Atip ”lulus” dari ujian anggota tim pakar, Laica Marzuki dan Ahmad Syarifuddin Natabaya, Rabu (5/3), anggota Koalisi Penyelamat MK menarik napas lega. Baru Atip yang mampu ”meladeni” tim pakar.
Bicara soal syarat ketatanegaraan, dua hakim konstitusi terpilih, yakni Wahiduddin Adams dan Aswanto, bukan ahli hukum tata negara. Ni’matul Huda, dosen Universitas Islam Indonesia, yang ahli tata negara justru meraih suara paling sedikit dari empat nama yang direkomendasikan tim pakar.
Pilihan Komisi III DPR, terlepas dari tim pakar yang ikut menyeleksi, seolah mempertegas keengganan ahli hukum tata negara seperti Satya Arinanto mendaftar seleksi via DPR. ”Saya tak punya dukungan politik,” ujar Satya.
Seusai Rapat Paripurna DPR, kemarin, dua hakim konstitusi terpilih, Wahiduddin dan Aswanto, berjanji menolak lobi-lobi politik yang dapat memengaruhi kinerja hakim konstitusi.
Dalam rapat itu, Ketua Komisi III DPR Pieter Zulkifli melaporkan dua hakim konstitusi terpilih. Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung menerima hasil kerja Komisi III.
Wahiduddin adalah mantan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta anggota Dewan Penasihat MUI Pusat. Aswanto adalah mantan anggota Tim Seleksi Dewan Kode Etik MK dan Ketua Tim Seleksi Rekrutmen Panwas Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan.
Kepada dua hakim konstitus baru ini, harapan perbaikan citra MK diletakkan. (HARYO DAMARDONO)