Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hanura Curigai Putusan KPI soal Kuis "Kampanye"

Kompas.com - 22/02/2014, 07:30 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sanksi penghentian sementara dua program televisi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dinilai tidak tepat. Dua program itu adalah Indonesia Cerdas yang sebelumnya tayang di Global TV dan Kuis Kebangsaan yang ditayangkan di RCTI.

"Itu bukan program kampanye," tepis Ketua DPP Partai Hanura Saleh Husin, lewat layanan pesan, Jumat (21/2/2014). Dia berpendapat KPI seharusnya lebih cermat menentukan siaran televisi yang masuk kategori program umum dan kampanye.

Bagi Saleh, kedua program tak bisa masuk kategori meski kerap menampilkan Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo. Wiranto dan Hari adalah pasangan yang sudah dideklarasikan Partai Hanura sebagai calon presiden dan calon wakil presiden dari partai itu.

"Yang ingin kami tanyakan apakah Wiranto dan Hary Tanoe sudah ada penetapan dari KPU sebagai capres dan cawapres?" ujar Saleh. Sekretaris Fraksi Hanura di DPR ini berpendapat seharusnya KPI melakukan konsultasi dengan Komisi Pemilihan Umum sebelum memberikan sanksi.

Saleh menduga keputusan KPI itu keluar setelah ada tekanan dari pihak tertentu. Pasalnya, dia yakin tak ada aturan KPU yang dilanggar kedua program televisi tersebut.

"Saya kira tidak tepat KPI melarang program tersebut. Jangan-jangan KPI membuat keputusan karena mendapat tekanan pihak tertentu. Kalau ini sampai terjadi, KPI berada dalam kepentingan politik," kecam Saleh tanpa menyebutkan pihak yang dia maksud.

Sanksi untuk RCTI dan Global TV

Seperti dikutip dari situs resmi KPI, sanksi administratif untuk dua program televisi itu berlaku sejak 21 Februari 2014 hingga dilakukan perubahan materi. Sanksi penghentian sementara ini disampaikan Ketua KPI Pusat Judhariksawan dalam sidang khusus penjatuhan sanksi di kantor KPI Pusat, Kamis (20/2/2014).

Perwakilan RCTI dan Global TV tidak hadir dalam sidang ini meski sudah diundang. Judhariksawan mengatakan, KPI menjatuhkan sanksi setelah mengirimkan surat teguran tertulis kepada RCTI dan Global TV sebanyak dua kali.

Karena tidak ada perubahan materi siaran seperti yang diminta oleh KPI dalam surat teguran, sanksi penghentian sementara siaran untuk kedua program ini pun dijatuhkan. Sebelumnya, KPI juga telah meminta RCTI dan Global TV memberikan klarifikasi pada 13 Februari 2014.

Sanksi ini bermula dari pengaduan masyarakat. Lalu, berdasarkan hasil pemantauan dan analisis, KPI menemukan ada pelanggaran atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS), P3 Pasal 11 dan SPS Pasal 11 Ayat (1) dan Ayat (2), serta Pasal 71 Ayat (3).

Konten kampanye

Judha menjelaskan, dalam dua program tersebut didapati isi siaran yang dinilai bersifat tidak netral dan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran dan kelompoknya.

Selain mengikutsertakan calon anggota legislatif dari Partai Hanura, program-program siaran tersebut juga menghadirkan Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo yang sudah dideklarasikan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden partai tersebut.

Hal lain yang juga menjadi pelanggaran menurut KPI adalah password atau kata kunci "Bersih, Peduli, Tegas" yang merupakan tagline Partai Hanura.

Judha menyatakan, untuk dapat menayangkan kembali program siaran Indonesia Cerdas dan Kuis Kebangsaan, Global TV dan RCTI harus melakukan perubahan materi siaran kedua program tersebut.

Perubahan, sebut Judha, harus mencakup penghilangan penyebutan WIN-HT dan tagline kampanye Partai Hanura "Bersih, Peduli, Tegas". Juga, tidak melibatkan pemilik lembaga penyiaran atau kelompoknya, seperti calon anggota legislatif dari Partai Hanura yang menjadi pembaca kuis.

KPI juga meminta RCTI dan Global TV melaporkan upaya perbaikan kepada KPI Pusat sebelum menayangkan kembali program kuis tersebut. Judha berharap sanksi administratif ini juga menjadi pelajaran bagi lembaga penyiaran lain.

KPI, lanjut Judha, sudah menjalin kesepakatan dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilu untuk melakukan pengawasan penyiaran pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com