JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian mesti mengusut kasus penyadapan terhadap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi meskipun tidak adanya laporan dari Jokowi. Pasalnya, kasus itu menyangkut simbol pemerintahan.
"Meskipun Jokowi tidak melaporkan kasus ini, Polri sepatutnya turun tangan menyelidiki dan menyidik kasus penyadapan ini. Aksi penyadapan ini sudah masuk dalam ranah kejahatan terhadap simbol pemerintahan," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane di Jakarta, Jumat (21/2/2014).
Neta menyebut penyadapan terhadap Jokowi merupakan kejahatan tingkat tingi. Polri harus mengusut hingga menangkap pelakunya. Ia menduga penyadapan tersebut untuk memantau manuver politik Jokowi terkait Pilpres 2014.
"Aksi penyadapan ini tentunya tidak dilakukan sembarangan orang, mengingat sistem pengamanan di rumah dinas itu sangat ketat dan rapat. Untuk itu, Polri perlu menelusuri, apakah rezim pejabat lama di Pemprov Jakarta terlibat atau tidak dalam aksi penyadapan ini, mengingat pejabat lama pernah menempati rumah dinas tersebut," kata Neta.
Seperti diberitakan, upaya penyadapan tersebut diungkap oleh PDI Perjuangan. Disebutkan, ditemukan tiga alat sadap di rumah dinas Gubernur DKI Jakarta pada akhir 2013. Belakangan, Jokowi membenarkan hal itu.
”Ada tiga alat yang ketemu pada Desember lalu. Sebenarnya, saya tidak mau bicara masalah ini. Namun, faktanya di rumah dinas ada tiga. Di kamar tidur satu, di ruang tamu, sama di ruang makan, yang biasa kita pakai rapat,” kata Jokowi.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri Pemprov DKI Jakarta Heru B Hartono mengatakan, identitas dan keberadaan pelaku sudah diketahui dengan menggunakan perangkat antisadap.
Menurut Heru, mereka ini bekerja secara samar, memasukkan alat penyadap diam-diam ke tempat yang ditentukan. Selain memasang alat sadap, pelaku juga membawa alat penguat sinyal yang bisa mendeteksi gelombang suara orang yang disasar. Penguat sinyal ini terhubung dengan stasiun pemantau di dekat lokasi penyadapan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.