Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengesahan RUU Pilkada Diprediksi Mundur

Kompas.com - 19/02/2014, 11:45 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) diprediksi mundur dari jadwal semula. Alasannya adalah karena masih banyak perdebatan dalam pembahasan RUU tersebut.

"Target pengesahan 4 Maret 2014 sepertinya mundur. Tapi kita tetap targetkan selesai di tahun ini karena akan berlaku di 2015," kata Wakil Ketua Komisi II DPR, Arif Wibowo, saat dihubungi, Rabu (19/2/2014).

Arif menuturkan, mayoritas fraksi di DPR menyetujui pilkada serentak, termasuk Fraksi PDI Perjuangan. Akan tetapi, perdebatan langsung mencuat ketika masuk pada pembahasan yang sifatnya teknis dalam RUU Pilkada.

Ia menjelaskan, perdebatan muncul dalam pembahasan mengenai kondisi obyektif yang melatari lahirnya RUU Pilkada. Gagasan untuk menekan tingginya ongkos politik, dan memperbaiki mekanisme rekrutmen, serta untuk menciptakan pemilu yang kredibel dan akuntabel masih terus didalami.

Selanjutnya, kata Arif, perdebatan semakin sengit ketika pembahasan menyinggung kelembagaan partai yang koalisinya tidak permanen. Dalam hal ini, RUU Pilkada akan mendorong partai berkoalisi secara permanen karena merujuk pada kesamaan ideologi, dan menjauhkan dari koalisi transaksional seperti yang sering terjadi selama ini.

"Itu yang mau kita rumuskan dalam RUU Pilkada. Kita ingin memutuskannya secara cermat," ujar Arif.

Ia melanjutkan, perdebatan kembali tersulut ketika dibahas mengenai mekanisme pelantikan kepala daerah terpilih. Dengan digelarnya pilkada serentak, muncul usulan agar pelantikan kepala daerah tidak dilakukan di depan sidang paripurna DPRD.

Tak hanya itu, RUU Pilkada juga akan mengatur mekanisme pencalonan, pendaftaran, dan penetapan tiap calon kepala daerah. Pasalnya, selama ini waktu pencalonan, pendaftaran, dan penetapan calon kepala daerah selalu dilakukan dalam waktu yang berdekatan dengan waktu pemilihan. Ada usulan waktu tersebut diperpanjang agar masyarakat dapat menilai secara utuh dan obyektif.

"Mengenai paket dan tidak paket juga masih berdebat ramai. Problemnya kalau gubernur terjerat korupsi atau meninggal dunia apakah wakilnya itu bisa langsung menggantikan karena derajat legitimasinya berbeda," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

Nasional
Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

Nasional
KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

Nasional
Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-'reshuffle' Kapan Pun

Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-"reshuffle" Kapan Pun

Nasional
Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Nasional
Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Nasional
5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: 'Fast Track' hingga Fasilitas buat Lansia

5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: "Fast Track" hingga Fasilitas buat Lansia

Nasional
Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Nasional
Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Nasional
Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Nasional
Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Nasional
Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Nasional
PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

Nasional
Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Nasional
Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com