Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan soal UU MK Sudah Bisa Diprediksi

Kompas.com - 14/02/2014, 12:31 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Fahri Hamzah mengatakan, utusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan seluruhnya Undang-Undang nomor 4 tahun 2014 tentang Penetapan Perppu nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU MK sudah diprediksi sejak awal. Menurutnya, sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Perppu, alasan keadaan darurat sulit diterima.

"Kekalahan UU MK dalam judicial review jelas suatu yang wajar karena UU yang berasal dari Perppu ini sejak kelahirannya memang ganjil. Asumsi Presiden bahwa ada keadaan darurat itu tak bisa diterima," kata anggota Komisi III DPR, Fahri Hamzah, dalam pernyataan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (14/2/2014).

Fahri menjelaskan, tak adanya situasi darurat karena setiap hakim MK yang berhenti atau diberhentikan sudah terdapat mekanisme pergantian yang sesuai konstitusi. Ia menganggap, berhenti atau dihentikannya hakim MK bukan suatu hal darurat karena semua telah memiliki mekanisme suksesinya.

Politisi PKS itu melanjutkan, ketentuan tambahan yang terdapat dalam UU MK tersebut tidak berguna. Salah satunya mengenai keterlibatan panel ahli Komisi Yudisial yang dinilainya akan menambah kerumitan dalam rekrutmen calon hakim konstitusi.

"Tambahan dalam UU itu membuat rumit proses. Ketentuan lama itu Sudah bagus sebab itu mewakili ketiga kekuatan pengusul; DPR, MA dan Presiden sebagai kekuatan legislatif, yudikatif dan eksekutif," ujarnya.

Mengenai pengawasan hakim, kata Fahri, ia mendukung semua lembaga yudikatif harus memiliki mekanisme pengawasan internal untuk menghindari intervensi dari eksternal. Ia menegaskan, independensi lembaga hukum merupakan suatu hal yang mutlak. Fahri mengimbau agar Presiden SBY mengevaluasi persepsinya mengenai keadaan darurat lembaga hukum. Ia khawatir sikap kepala negara terkait krisis MK akan menjadi bumerang pada kelanggengan masa pemerintahan Presiden SBY.

"Kasus Akil (mantan Ketua MK Akil Mochtar) dan penggeledahan kantor MK adalah tindakan berbahaya bagi wibawa hukum. SBY harus sadar bahwa kerusakan ini juga bisa membuat SBY dan keluarganya menjadi korban berikutnya dari ketidakpastian hukum ini," kata Fahri.

Sebelumnya, MK dalam putusannya telah membatalkan UU Nomor 4/2014 dan memberlakukan kembali UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Batalnya UU No. 4/2014 ini berarti telah membatalkan adanya panel ahli yang akan menyeleksi bakal calon hakim konstitusi, pengawasan hakim konstitusi melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK), dan syarat hakim konstitusi harus tujuh tahun telah lepas dari ikatan partai politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com