Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Pemilu Serentak Janggal, Apa Kata MK?

Kompas.com - 28/01/2014, 21:25 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M. Gaffar menjelaskan mengenai kejanggalan putusan uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Effendi Gazali. Menurutnya, tak ada satupun hal yang janggal mengenai putusan itu.

Menurutnya, permohonan Effendi telah selesai disidangkan pada 14 Maret 2013. Pada 26 Maret, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) memutus bahwa Pemilu akan diselenggarakan secara serentak. "Tetapi saat itu belum ditentukan waktu penyelenggaraannya. Belum ditentukan juga masalah presidential treshold," ujar Janedjri dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Selasa (28/1/2014).

Pemilu serentak pada 2019 baru diputuskan pada RPH tanggal 28 oktober 2013. Sementara, putusan mengenai presidential treshold baru ditetapkan pada RPH terakhir tanggal 17 Januari 2014. Totalnya, dilaksanakan delapan kali RPH untuk memutus permohonan ini.

Hal tersebut menurut Janedjri adalah sesuatu yang wajar. Apalagi jika permohonan yang diajukan membawa dampak yang besar bagi negara. "Itu tidak masalah. RPH memang bisa dilaksanakan berkali-kali. Sidang lain juga ada yang sampai berkali-kali," jelas Janedjri.

Lalu, mengapa dalam amar putusan tersebut, yang tertera adalah RPH pertama, bukan yang terakhir? Janedjri menjelaskan, hal itu dipilih sebagai waktu pengambilan putusan karena hakim MK masih lengkap. Saat itu, RPH masih diikuti sembilan hakim yang menyidangkan perkara dari awal.

Sebelum memasuki sidang RPH kedua, Ketua MK Mahfud MD dan Wakil Ketua MK Ahmad Sodiqi telah memasuki masa purna tugas. Sementara hakim anggota Akil Mochtar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus dugaan suap sengketa pilkada.

"Jadi tidak bisa kalau dipakainya yang di akhir, soalnya hakim tidak lengkap," ujarnya.

Penjelasan ini menurutnya disampaikan untuk menjawab berbagai tuduhan yang dilayangkan kepada MK selama ini. Menurutnya, berbagai pihak banyak yang menganggap putusan MK soal UU Pilpres janggal dan penuh kecurangan. "Semoga dengan penjelasan ini, semuanya mengerti, oh ternyata begini prosesnya. Jadi tidak ada bola liar lagi," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com