Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putuskan Pemilu Serentak 2019, MK Tak Ingin Ada Kekacauan

Kompas.com - 25/01/2014, 08:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Putusan Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemilu serentak pada 2019 ternyata tak hanya didasari oleh pertimbangan murni berkenaan dengan konstitusi. MK juga memperhitungkan dampak jika pemilu serentak dilaksanakan pada 2014. MK khawatir terjadi kekacauan jika pemilu serentak digelar tahun ini.

”Kita tidak hanya murni berpikir secara hukum. Kita juga harus menjamin pelaksanaan pemilu tidak chaos. (kacau). Ada yang mengatakan bahwa pemilu bisa diundur tiga bulan agar DPR dan Presiden membuat UU (menyesuaikan dengan putusan MK), tetapi tiga bulan itu, kan, hanya untuk pembuatan UU. Lalu pelaksanaannya kapan? Padahal, Presiden sudah habis masa jabatannya pada September. Kalau belum terpilih, siapa yang harus menggantikan Presiden. UUD 1945 tidak menyediakan mekanisme vakum presiden,” papar hakim konstitusi Harjono.

Menurut dia, UUD 1945 hanya menyediakan mekanisme apabila presiden dan wakil presiden berhalangan tetap. Istilah berhalangan mengasumsikan ada presiden/wakil presiden, bukan berarti tidak ada presiden/wakil presiden.

Sejumlah kalangan berpendapat MK bisa memutus pemilu serentak pada 2014. Mengenai persoalan ikutan, seperti perbedaan UU Pemilu Legislatif dengan UU Pilpres, bisa diatasi dengan cepat melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Menurut Harjono, MK juga mempertimbangkan hal itu. Namun, hal tersebut justru menambah kekacauan.

”Yang membuat Perppu itu, kan, presiden sendiri, tanpa ada pendapat DPR. Tanpa kita curiga, ada kesempatan presiden membuat Perppu yang menguntungkan presiden,” kata Harjono.

Harjono menegaskan, MK memutus tentang pemilu serentak pada 26 Maret 2013. Saat itu, yang diputuskan MK baru kata ”serentak”. Mengenai kapan mulai dilaksanakan serta presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden), MK belum membahasnya. Putusan pemilu serentak itu pun baru disepakati secara lisan. Bahkan, Ketua MK Mahfud MD saat itu malah tidak sempat menyerahkan pendapat tertulis karena keburu mengakhiri masa jabatan.

MK kemudian menyerahkan pembuatan draf putusan kepada Akil Mochtar. Namun, hingga Akil ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2 Oktober 2013, salinan putusan belum selesai dibuat.

Harjono menegaskan, putusan yang dibacakan MK pada 23 Januari 2014 sama dengan hasil keputusan rapat permusyawarahan hakim, 26 Maret 2013. Sebanyak sembilan hakim konstitusi telah memutus tentang pemilu presiden dengan komposisi delapan hakim mengabulkan permohonan pembatalan Pasal 3 Ayat (5) UU Pilpres, sedangkan satu hakim (Maria Farida) menolak. ”Tidak ada perubahan sikap,” katanya.

Pemilu serentak yang diputuskan MK mendapat dukungan. ”Bila digolkan untuk tahun 2014 berantakan. Putusan itu sudah moderat,” kata Ketua MPR Sidarto Danusubroto, Jumat, seusai menerima Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin. ”Biar partai-partai politik menyiapkan diri dalam lima tahun kemudian,” ujarnya.

Din Syamsuddin juga mendukung pemilu serentak. ”Pemilu serentak itu positif sebab tidak hanya efisien, tetapi juga menghindari transaksi antarpartai politik,” katanya. Muhammadiyah telah mengelar diskusi panjang dan mendalam dengan hasil bahwa negeri ini membutuhkan konsolidasi demokrasi.

Namun, pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, putusan MK bahwa pemilu legislatif yang dipisah dari pilpres bertentangan dengan UUD 1945 sudah berlaku saat putusan dibacakan dalam persidangan terbuka untuk umum. Karena itu, putusan MK bahwa pemilu serentak mulai dilaksanakan pada 2019 dinilai putusan blunder dan menggantung. Pelaksanaan dan hasil Pemilu 2014 pun potensial ditafsirkan inkonstitusional dan terdelegitimasi.

”Intinya, putusan MK itu blunder. Putusan MK memiliki kekuatan hukum mengikat seketika setelah putusan dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum,” kata Yusril. (ANA/RYO/FER/ATO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

Nasional
Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-'reshuffle' Kapan Pun

Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-"reshuffle" Kapan Pun

Nasional
Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Nasional
Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Nasional
5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: 'Fast Track' hingga Fasilitas buat Lansia

5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: "Fast Track" hingga Fasilitas buat Lansia

Nasional
Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Nasional
Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Nasional
Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Nasional
Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Nasional
Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Nasional
PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

Nasional
Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Nasional
Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Nasional
Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Nasional
Video Bule Sebut IKN 'Ibu Kota Koruptor Nepotisme' Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Video Bule Sebut IKN "Ibu Kota Koruptor Nepotisme" Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com