Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud: Akil Sembunyikan Uang di Balik Peredam Suara

Kompas.com - 14/01/2014, 22:13 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengungkapkan, penyidik menemukan sejumlah uang yang disembunyikan penerusnya, Akil Mochtar, di ruang karaoke di rumah dinas di Jalan Widya Candra III, Jakarta Selatan.

Menurut Mahfud, uang itu disembunyikan di balik peredam suara di dinding ruangan. "Jadi, di tembok itu, di belakang pengedap suara, isinya uang," ujar Mahfud di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2014).

Mahfud mengatakan, selama ia tinggal di rumah dinas tersebut, tidak ada celah atau ruang yang dapat digunakan untuk menyimpan sesuatu. "Tidak ada (celah). Dibangun lagi oleh Akil barangkali. Mungkin direnovasi," katanya.

Mahfud mengungkapkan, ruangan itu sebesar 4 x 5 meter persegi. Ia mengaku tidak mengetahui pasti apakah Akil menyimpan uangnya di seluruh sisi tembok karaoke atau di sebagian sisinya saja.

"Saya tidak tanya. Hanya dikasih tahu tembok karaoke digunakan untuk simpan uang. Saya tidak tanya, apa di semua sisi tembok, dan jumlahnya berapa," katanya dia.

Sebelumnya, Mahfud mengaku kaget karena mengetahui Akil menyimpan uang di tembok ruang karaoke di rumah dinas Ketua MK. Hal itu diketahui Mahfud setelah ditanya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memeriksanya hari ini.

Ia menjelaskan, awalnya penyidik KPK menanyakannya apakah ia mengetahui adanya ruang karaoke di Widya Chandra. Mahfud menjawab, ruangan itu dibangun olehnya. Menurut Mahfud, uang di balik tembok itu telah disita KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com