Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chairun Nisa Mengaku Tak Berperan Aktif dalam Kasus Suap Akil

Kompas.com - 13/01/2014, 14:43 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Tim penasihat hukum anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa menilai, kliennya tidak berperan aktif dalam kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi (MK). Nisa mengaku, sejak awal tak pernah menawarkan diri atau berniat membantu pengurusan perkara tersebut.

“Peran terdakwa sejak awal bukanlah orang yang aktif. Terdakwa hanyalah orang yang pasif dan lebih kepada terpaksa karena sejak awal sebenarnya sudah tidak berkehendak untuk membantu mengurus perkara,” ujar kuasa hukum Nisa, Soesilo Aribowo, saat membacakan eksepsi atau nota keberatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (13/1/2014).

Soesilo menjelaskan, inisiatif awal pemberian suap kepada Ketua MK saat itu, Akil Mochtar, berasal dari Bupati Gunung Mas terpilih Hambit Bintih. Hambit meminta tolong kepada Nisa agar menghubungkan dirinya dengan pejabat di MK. Tujuannya agar dalam putusannya, hakim menolak keberatan hasil pilkada Gunung Mas sehingga kemenangan Hambit tetap dinyatakan sah.

Soesilo juga menilai jaksa tidak tepat pada penerapan Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Menurutnya, Nisa bukan pihak yang turut serta atau bersama-sama melakukan korupsi.

“Surat dakwaan tidak jelas, penuntut umum tidak dapat merumuskan dengan tepat peranan terdakwa. Peranan terdakwa lebih tepat sebagai pembantu daripada orang yang melakukan atau turut serta melakukan,” katanya.

Atas keberatan itu, tim penasihat hukum Nisa menolak dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menilai dakwaan jaksa tidak cermat.

Sebelumnya, Nisa didakwa menerima suap sebesar Rp 3,075 miliar untuk Akil terkait pengurusan sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas. Uang itu diterima Nisa dari Hambit dan pengusaha bernama Cornelis Nalau Antun.

Dalam dakwaan, awalnya Hambit meminta Nisa mengurus sengketa Pilkada itu dengan menghubungkan ke pihak MK. Atas permintaan Hambit, Nisa kemudian memberi tahu Akil melalui pesan singkat. Kemudian Hambit langsung menemui Akil di rumah dinas Ketua MK, Jalan Widya Candra III Nomor 7, Jakarta Selatan, untuk meminta bantuan.

Setelah pertemuan itu, Akil menyampaikan kepada Nisa agar Hambit menyediakan Rp 3 miliar dalam bentuk dollar AS. Hambit pun menyetujui permintaan Akil dan meminta disediakan dananya oleh Cornelis. Setelah dana tersedia, Nisa kemudian menyampaikan akan mengambilnya pada 2 Oktober 2014 dan meminta Cornelis menemani saat penyerahan uang ke Akil. Namun, saat akan menyerahkan uang itu di kediaman Akil, mereka ditangkap KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com