BANTEN, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengaku pernah menolak bertemu kiai asal Pandeglang, Banten, untuk menjaga independensi hakim konstitusi. Ketika itu, kata Mahfud, sang kiai hendak melaporkan kecurangan dalam Pilkada Banten.
"Tahun 2011 Pimpinan Pondok Pesantren Raudatul Ulum Abuya Muhtadi Dimyati datang ke MK, dan menulis di buku tamu. Keperluannya bertemu saya terkait Pilkada Banten, tentu saja ditolak," kata Mahfud MD di Pesantren Raudatul Ulum, Pandeglang, Banten, Senin (6/1/2014). Saat itu, Mahfud mengunjungi Abuya Muhtadi Dimyati.
Mahfud mengatakan, secara etika, seorang hakim konstitusi tidak bisa menemui orang beperkara atau wakil orang yang beperkara. Sikap itu, menurut dia, untuk menjaga independensi MK sebagai penegak konstitusi.
Mahfud menilai, dalam menegakkan etika hakim, dirinya harus mengesampingkan kepatuhan kepada para kiai.
Dia menambahkan, ketika menjadi Ketua MK, ia pernah menolak gugatan dari Abdurahman Wahid terkait Undang-Undang Penodaan Agama.
"Saat itu Gus Dur bilang, kalau secara hukum tidak sesuai, tolak saja. Saya menilai gugatan itu tidak sesuai hukum dan akhirnya ditolak," katanya.
KH Abuya Muhtadi mengatakan, dirinya sebenarnya ketika itu ingin bersilaturahim dengan Mahfud, sekaligus menceritakan permasalahan Pilkada Banten. Ketika ditolak, Abuya memahami posisi Mahfud yang saat itu sebagai Ketua MK.
"Saya memahami posisi Mahfud saat itu, meskipun saya harus menunggu di depan Gedung MK," ujarnya.
Abuya pun menyambut positif langkah Mahfud MD menjadi bakal calon presiden karena sosok yang mampu mengatasi masalah bangsa. Secara luas, Abuya Muhtadi menginginkan kader-kader Nahdlatul Ulama menempati posisi strategis di eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.