Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertahankan Patrialis, Presiden Jilat Ludah Sendiri

Kompas.com - 29/12/2013, 14:29 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan banding atas putusan pembatalan Keputusan Presiden Nomor 78/P Tahun 2013 tentang Pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Fadira sebagai hakim konstitusi dinilai kontradiktif. Sikap Presiden itu dinilai bertentangan dengan semangat penerbitan Peraturan Perintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi yang juga dikeluarkannya.

"Ini yang disebut kontradiktif. Presiden sudah menjilat ludahnya sendiri," kata peneliti Indonesian Legal Rountabel, Erwin Natosmal Oemar di Jakarta, Minggu (29/12/2013).

Erwin mengatakan, Presiden menganggap UU MK yang lama masih lemah dan multitafsir sehingga diterbitkan Perppu tentang MK. Jika Presiden banding atas putusan PTUN, kata dia, maka ia mendukung UU MK yang lemah dan bermasalah.

Erwin berharap Presiden tidak mengambil langkah banding. Jika tetap bersikukuh banding, publik akan mempertanyakan motif di balik upaya banding. Publik akan mencurigai ada kepentingan tertentu dari langkah mempertahankan Patrialis sebagai penjaga konstitusi.

"Bisa jadi terdapat konsesi-konsesi gelap antara Presiden dan Patrialis yang pasti akan merugikan kepentingan publik dan pemilu ke depan," kata Erwin.

Senada disampaikan anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsy. Jika Presiden bersikukuh banding, kata dia, maka ia akan dinilai inkonsistensi terhadap sikapnya yang mengaku ingin menyelamatkan MK dengan memperbaiki mekanisme rekrutmen hakim konstitusi.

Aboe Bakar berharap Presiden menggunakan perppu yang sudah disahkan dalam mengusulkan calon hakim MK. Jika tidak, Aboe Bakar memperkirakan pengangkatan hakim konstitusi bakal terus dibatalkan hingga berkekuatan hukum tetap.

"Pembahasan perppu yang alot dan melelahkan masak tidak dipakai? Sekarang saatnya diimplementasikan untuk para calon hakim MK yang baru," pungkas politisi PKS itu.

Seperti diberitakan, Perppu tentang MK mengatur sejumlah syarat menjadi hakim konstitusi. Salah satunya, tidak menjadi anggota parpol dalam jangka waktu paling singkat tujuh tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi.

Selain itu, calon hakim konstitusi juga harus melalui uji kelayakan dan kepatutan oleh Panel Ahli yang dibentuk Komisi Yudisial. Isi Panel Ahli, yakni usulan dari MA, DPR dan Presiden masing-masing satu orang. Selain itu, empat orang berlatarbelakang mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, akademisi di bidang hukum dan praktisi yang dipilih oleh KY.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Pertanyakan KPK yang Belum Tahan Bupati Mimika Meski Kasasi Sudah Diputus

Pakar Pertanyakan KPK yang Belum Tahan Bupati Mimika Meski Kasasi Sudah Diputus

Nasional
5 Catatan PDI-P terhadap RUU Kementerian, Harus Perhatikan Efektivitas dan Efisiensi

5 Catatan PDI-P terhadap RUU Kementerian, Harus Perhatikan Efektivitas dan Efisiensi

Nasional
Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Nasional
Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Nasional
Pertamina Patra Niaga Jamin Ketersediaan Avtur untuk Penerbangan Haji 2024

Pertamina Patra Niaga Jamin Ketersediaan Avtur untuk Penerbangan Haji 2024

Nasional
BNPT Paparkan 6 Tantangan Penanganan Terorisme untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

BNPT Paparkan 6 Tantangan Penanganan Terorisme untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Komisi X DPR Sepakat Bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan Buntut Kenaikan UKT

Komisi X DPR Sepakat Bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan Buntut Kenaikan UKT

Nasional
Pimpinan Baru LPSK Janji Tingkatkan Kualitas Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana

Pimpinan Baru LPSK Janji Tingkatkan Kualitas Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana

Nasional
Soroti RUU MK yang Dibahas Diam-diam, PDI-P: Inilah Sisi Gelap Kekuasaan

Soroti RUU MK yang Dibahas Diam-diam, PDI-P: Inilah Sisi Gelap Kekuasaan

Nasional
Jemaah Haji Asal Makassar yang Sempat Gagal Terbang Karena Mesin Pesawat Garuda Terbakar Sudah Tiba di Madinah

Jemaah Haji Asal Makassar yang Sempat Gagal Terbang Karena Mesin Pesawat Garuda Terbakar Sudah Tiba di Madinah

Nasional
DPR dan Pemerintah Didesak Libatkan Masyarakat Bahas RUU Penyiaran

DPR dan Pemerintah Didesak Libatkan Masyarakat Bahas RUU Penyiaran

Nasional
Optimalkan Penanganan Bencana, Mensos Risma Uji Coba Jaringan RAPI

Optimalkan Penanganan Bencana, Mensos Risma Uji Coba Jaringan RAPI

Nasional
Komplit 5 Unit, Pesawat Super Hercules Terakhir Pesanan Indonesia Tiba di Halim

Komplit 5 Unit, Pesawat Super Hercules Terakhir Pesanan Indonesia Tiba di Halim

Nasional
TNI Gelar Simulasi Penerapan Hukum dalam Operasi Militer Selain Perang

TNI Gelar Simulasi Penerapan Hukum dalam Operasi Militer Selain Perang

Nasional
Jokowi Ingin Bansos Beras Lanjut hingga Desember, PDI-P: Cawe-cawe untuk Pilkada

Jokowi Ingin Bansos Beras Lanjut hingga Desember, PDI-P: Cawe-cawe untuk Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com