Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Upayakan Hadirkan Saksi dari Luar Negeri untuk Emir

Kompas.com - 19/12/2013, 21:52 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berupaya menghadirkan saksi dari luar negeri seperti permohonan terdakwa kasus dugaan suap proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tarahan, Lampung, Izedrik Emir Moeis. Jaksa akan meminta bantuan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kita akan berusaha menghadirkan dulu. Kita minta bantuan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM," kata Jaksa Supardi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (19/12/2013). Jaksa Irene menambahkan, mekanisme pemanggilan saksi dari luar negeri juga bisa dengan Mutual Legal Assistance (MLA).

Sebelumnya, Emir meminta sejumlah saksi dari luar negeri seperti Amerika Serikat untuk dihadirkan. Menurut dia, saksi tersebut dapat mengungkapkan kebenaran kasus yang menimpanya. Emir mengatakan, dari 38 saksi yang akan dihadirkan Jaksa, hanya ada satu saksi kunci.

"Saya enggak tahu sama sekali soal PLTU Tarahan dan juga yang hadir bukan hanya dari Amerika, dari Jepang juga harus hadir. Yang mengatakan katanya menyuap, ya harus datang semuanya, dong," katanya.

Seperti diketahui, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu didakwa menerima suap 423.985 dollar AS dari PT Alstom Power Incorporate (Alstom Power Inc) Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang. Uang itu diterima Emir melalui Pirooz Muhammad Sarafi selaku Presiden Pacific Resources Inc.

Pemberian uang disebut bertujuan agar kedua perusahaan itu memenangi proyek PLTU Tarahan, Lampung, tahun 2004. Untuk memenangi konsorsium Alstom Power Inc dalam pembangunan PLTU Tarahan, Emir sempat melakukan pertemuan di luar negeri dengan pihak Alstom Power Inc. Pertemuan dilakukan di Perancis dan Washington DC, AS. Pertemuan pada Desember 2002 itu atas biaya Alstom. Akhirnya pada 6 Mei 2004, konsorsium Alstom Power Inc diputuskan sebagai pemenang lelang.

Emir mendapatkan komisi melalui perusahaan Pirooz sebesar satu persen dari nilai kontrak. Untuk pengiriman uang tersebut, Pirooz meminta Emir menyiapkan perusahaan di Indonesia. Emir kemudian menggunakan perusahaan milik anaknya  yaitu PT Arta Nusantara Utama (ANU).  

Atas dakwaan itu, Emir dianggap melanggar Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001. Atas dakwaan itu, Emir dan tim penasihat hukumnya akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi pada sidang berikutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Anggota DPR-nya Minta 'Money Politics' Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Anggota DPR-nya Minta "Money Politics" Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Nasional
Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Nasional
Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

Nasional
Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

Nasional
Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

Nasional
Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia 'Tidak Layak Pakai'

Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia "Tidak Layak Pakai"

Nasional
Bahas Kerja Sama Keamanan dengan Turkiye, Menko Polhukam Bicara Penanggulangan Terorisme hingga Kepolisian

Bahas Kerja Sama Keamanan dengan Turkiye, Menko Polhukam Bicara Penanggulangan Terorisme hingga Kepolisian

Nasional
Kunjungan ke Sultra, Komisi III DPR Ingin Cek Dugaan Praktik Mafia Tambang Ilegal

Kunjungan ke Sultra, Komisi III DPR Ingin Cek Dugaan Praktik Mafia Tambang Ilegal

Nasional
Soal Revisi UU MK, Disebut 'Jurus Mabuk' Politisi Menabrak Konstitusi

Soal Revisi UU MK, Disebut "Jurus Mabuk" Politisi Menabrak Konstitusi

Nasional
SYL Disebut “Pasang Badan” jika Petinggi Nasdem Minta Pejabat Kementan Dicopot

SYL Disebut “Pasang Badan” jika Petinggi Nasdem Minta Pejabat Kementan Dicopot

Nasional
Muhammadiyah Surati Jokowi, Minta Pansel Capim KPK Dibentuk Proporsional

Muhammadiyah Surati Jokowi, Minta Pansel Capim KPK Dibentuk Proporsional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com