Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi dari Dulu hingga Kini

Kompas.com - 10/12/2013, 08:41 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — SELASA, 9 April 1996, surat kabar di Singapura, The Straits Times, antara lain memberitakan, Indonesia adalah negara ketiga paling korup di antara 12 negara di Asia, setelah China dan Vietnam.

Berita itu berdasarkan hasil penelitian dari lembaga penelitian di Hongkong, Political and Economic Risk Consultancy Ltd (PERC).

Keesokan harinya, Rabu (10/4/1996), di bawah naungan pepohonan rindang di halaman Istana Kepresidenan, Menteri Sekretaris Negara Moerdiono mengatakan dengan hati-hati kepada para wartawan, ”Berita tentang korupsi di Indonesia yang diumumkan dari luar negeri itu perlu direnungkan dan diwaspadai.”

Moerdiono menilai, kalau tuduhan itu benar, betapa besar korupsi yang terjadi di Indonesia. Ia tidak menyangkal ada korupsi di Indonesia, tetapi apakah sebesar itu? ”Pemerintah telah berketetapan untuk memberantas korupsi,” ujarnya saat itu.

Dalam buku Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya-Otobiografi, diterbitkan tahun 1989, presiden (waktu itu), Soeharto, mengatakan, ”Orang pernah ramai bicara mengenai korupsi.”

Kemudian Soeharto bercerita. Pada tahun 1973, Ketua Kelompok Antarpemerintah bagi Indonesia (Inter-Governmental Group on Indonesia/IGGI) Menteri J P Pronk (dari Belanda) datang ke Indonesia. Pronk banyak mendapat informasi mengenai korupsi dari para mahasiswa. ”Lalu kegiatan para mahasiswa itu bermuara pada yang disebut Malari pada bulan Januari 1974”.

Soeharto dalam buku itu juga bercerita, usaha pemerintahannya memberantas korupsi sejak tahun 1996 sampai 1967. ”Saya pernah mengangkat Tim Pemberantasan Korupsi di bulan Desember 1967, di bawah pimpinan Jaksa Agung Sugiharto dan beranggotakan beberapa wartawan dan wakil-wakil dari kesatuan-kesatuan aksi. Pemeriksaan dilakukan, dan ada yang diadili serta dikenai hukuman di tahun 1968,” ujar Soeharto.

Pada Januari 1970 terjadi unjuk rasa mahasiswa menentang korupsi. Akhir bulan itu juga, Soeharto membentuk ”Komisi Empat”, diketuai oleh tokoh politik dari PNI, Wilopo. Para anggota Komisi Empat ini antara lain adalah IJ Kasimo (Partai Katolik), mantan rektor Universitas Gadjah Mada Johannes, dan tokoh Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) Anwar Tjokroaminoto.

Mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagai penasihat kelompok antikorupsi tersebut, sementara Mayor Jenderal Sutopo Juwono menjadi sekretarisnya.

Menurut Soeharto, komisi ini sempat menyerahkan berbagai rekomendasi kepada pemerintah, antara lain mengenai Pertamina, Bulog, dan penanaman modal asing yang bergerak di bidang kehutanan.

Berdasarkan rekomendasi itu, Soeharto memutuskan agar para pejabat pemerintah menyerahkan daftar kekayaan mereka kepadanya (Soeharto). Saat itu pula dikeluarkan undang-undang antikorupsi dan undang-undang yang mengatur kegiatan-kegiatan Pertamina. ”Pada bulan Juli 1970, ada pegawai tinggi diadili,” ujar Soeharto saat itu.

Menjelang tahun 1998, aksi unjuk rasa antipemerintah menilai pemerintahan Soeharto penuh dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2004, berdirilah Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).

Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, KPK bekerja keras. Sidang pengadilan terhadap para koruptor menjadi seperti kejadian ”rutin”. ”Pemberantasan korupsi tidak akan pernah berhenti,” kata SBY di Istana Negara, Jakarta, kemarin. (J Osdar)


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com