Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua KPK: Kasus Century, Kejahatan yang Canggih

Kompas.com - 29/11/2013, 19:09 WIB
Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma

Penulis


YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad menyatakan bahwa tindak korupsi di Indonesia dari tahun ke tahun telah mengalami perubahan.

Dari tadinya hanya kasus pungutan liar dan suap menyuap, kini berubah menjadi lebih canggih. Selain itu terjadi pula regenerasi pelaku-pelaku tindak korupsi.

"Jadi jangan heran jika tadinya tindak korupsi yang dilakukan orang Indonesia sederhana, seperti kasus pungutan liar, suap menyuap, akhirnya berubah menjadi kejahatan yang canggih, atau white collar crime. Karena tindak korupsi mengalami perkembangan," jelas Abraham Samad dalam sambutannya di acara "The 2nd Indonesia Public Relations Awards & Summit (IPRAS) 2013”, Jumat (29/11/2013).

Ia mencotohkan, bentuk perkembangan white collar crime yang terjadi di Indonesia dan masih dalam penanganan, salah satunya kasus Century. Dari kasus tersebut, para pelakunya bisa datang dari orang-orang intelektual, dan modus operandinya bisa dikatakan sangat canggih.

"Kenapa saya bilang Century kejahatan white collar? Karena tidak mungkin modus seperti itu dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai pendidikan rendah," tegasnya.

Selain mengalami perkembangan, menurutnya, korupsi juga mengalami regenerasi yang bermetamorfosa dalam tindak korupsi di Indonesia. Di masa lalu, pelaku tindak korupsi dilakukan oleh orang berusia 50 tahun ke atas, namun akhir-akhir ini sudah berubah. Pelaku tindak korupsi datang dari anak-anak muda.

"Ada Nazarudin yang usianya 35 tahun, Angelina Sondakh yang berusia 32 tahun. Bahkan pegawai-pegawai pajak yang ditangkap oleh KPK umurnya ada yang 29 tahun," tandasnya.

Abraham Samad mengungkapkan, masyarakat dan seluruh elemen harus peduli dengan keadaan dan perubahan yang terjadi dalam tindak kejahatan korupsi. Tindak kejahatan korupsi semakin berkembang dan modusnya semakin canggih. KPK pun perlu mencari satu cara guna memberantas tindak korupsi yang terus berkembang.

"KPK tidak bisa hanya mengandalkan cara-cara yang konvensional, atau cara-cara yang tradisional. Perlu metode baru untuk memberantas korupsi di Indonesia," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com