Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Endus Pencucian Uang Rp 1,8 Triliun ke Singapura

Kompas.com - 16/11/2013, 17:36 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya dugaan perpindahan uang hasil kejahatan kasus tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang lari ke Singapura.

Nilainya tak kurang dari 162 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,86 triliun uang hasil kejahatan yang mengendap di Singapura.

Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir PPATK memantau transaksi keuangan yang keluar dari dan masuk ke Indonesia.

Sayangnya, uang tersebut tak bisa diambil negara meski ada Mutual Legal Assistance (MLA) yang dijalin antara Indonesia dan negara lain.

"Ketika uang hasil korupsi keluar dari Indonesia, kita agak kesulitan mengejar karena Indonesia menganut hukum peninggalan Belanda. Sementara negara tetangga menganut hukum yang ditinggalkan Inggris, seperti Singapura, Brunei, Malaysia, dan Hongkong," kata Agus saat ditemui seusai diskusi di salah satu restoran di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Sabtu (16/11/2013).

Untuk itu, guna mengantisipasi adanya upaya untuk melarikan uang negara ke luar negeri, PPATK bekerja sama dengan 40 PPATK negara lain membentuk sistem laporan transaksi keuangan baru bernama International Fund Transfer Instructions.

Agus menambahkan, sistem tersebut memungkinkan PPATK melakukan pelacakan terhadap transaksi keuangan yang keluar dari dan masuk ke Indonesia.

Tak hanya itu, PPATK negara lain juga dapat meminta bantuan Indonesia untuk melacak kemungkinan uang negara mereka yang dibawa lari ke Indonesia.

"Setiap ada instruksi transfer dana dari dalam ke luar negeri atau sebaliknya, harus dilaporkan ke PPATK," pungkasnya.

Agus mengatakan, kerja sama PPATK antarnegara tersebut direncanakan akan diresmikan pada 14 Januari 2014. Dengan adanya kerja sama tersebut maka tak ada sedikit pun uang negara yang berada di luar negeri yang tak diketahui keberadaannya oleh PPATK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com