Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangani Kasus Pejabat Bea Cukai, Polri Gandeng PPATK

Kompas.com - 01/11/2013, 17:48 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Kapolri Komisaris Jenderal Sutarman mengaku bahwa Polri telah menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut kasus dugaan penerimaan suap yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Sulastyono. Kerja sama itu dilakukan untuk mencari tahu apakah ada transaksi mencurigakan yang terjadi di dalam rekening Heru.

"Kita dengan PPATK terus kerja sama. Kalau memang (ada) transaksi mencurigakan, kita lakukan penyelidikan. Kalau ada bukti-bukti penguatan, kita akan tingkatkan menjadi penyidikan," kata Sutarman di Mabes Polri, Jumat (1/11/2013).

Sementara itu, saat ditemui terpisah, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto mengatakan, penyidik sedang mengkaji temuan-temuan baru sebagai alat bukti pendukung untuk melengkapi seluruh rangkaian tindak pidana yang dilakukan Heru.

Selain itu, Bareskrim juga telah bekerja sama dengan Inspektorat Bidang Investigasi Kementerian Keuangan untuk menyelidiki kasus ini. Menurut Arief, Polri tidak dapat langsung mengakses dokumen ekspor impor yang ditangani Heru lantaran ada keterbatasan yuridis yang dimiliki. Polri harus mengantongi izin dari Menteri Keuangan sebelum dapat mengakses dokumen tersebut.

"Kerja sama itu untuk memperoleh dokumen yang berkaitan dengan kegiatan ekspor impor yang dilakukan saudara YA (Yusran Arif) untuk bisa mengetahui pihak-pihak lain yang terafiliasi dengan kedua tersangka," katanya.

Arief menambahkan, pihaknya juga telah melakukan pencekalan terhadap istri Heru, Widyawati. Surat pencekalan itu telah dilayangkan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sejak Rabu (30/10/2013). Namun, izin pencekalan tersebut baru dikeluarkan Ditjen Imigrasi pada hari ini.

Sebelumnya, Dittipideksus Bareskrim Polri menangkap Yusran Arief yang diduga memberikan suap dalam bentuk polis asuransi berjangka sebesar Rp 11,4 miliar kepada Heru. Diduga, suap tersebut diberikan untuk memuluskan upaya Yusran agar perusahaan yang berada di bawah kendalinya terhindar dari audit pajak. Suap itu diberikan dalam kurun waktu 2005-2007 saat Heru menjabat sebagai Kepala Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Saat ini, Heru menduduki jabatan sebagai Kasubdit Ekspor Impor Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu. Akibat perbuatannya, Heru Sulastyono dan Yusran Arief disangka dengan pasal yang sama, yaitu Pasal 3, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dan Pasal 3, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Selain itu, keduanya juga disangka dengan Pasal 5 Ayat (2), Pasal 12 Huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com