Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Alasan Majelis Kehormatan Berhentikan Akil Mochtar

Kompas.com - 01/11/2013, 12:44 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ada sembilan pertimbangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi untuk merekomendasikan pemberhentian Akil Mochtar secara tidak hormat. Pertimbangan tersebut, mulai dari permasalahan etik, dugaan penerimaan suap, hingga narkotika.

Pertama, kata Anggota Majelis Kehormatan Mahfud MD, Akil selama menjabat sering melakukan perjalanan keluar negeri tanpa seijin Sekretariat Jendeal Janedjri M. Gaffar. Padahal, seharusnya setiap perjalanan keluar negeri dilaporkan kepada Sekjen.

"Kedua, menimbang bahwa perilaku hakim pelapor yang tidak mendaftarkan kepemilikan mobil Toyota Crowne Athlete miliknya ke ditlantas polda metro jaya mencerminkan perilaku yang tidak jujur," kata Mahfud.

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (kanan) keluar dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, Minggu (6/10/2013), usai mengikuti tes urin oleh Badan Narkotika Nasional. KPK yang menggeledah ruangan Akil di Gedung MK, usai pengangkapan dirinya, menemukan beberapa jenis narkoba di laci kerja Akil.

Ketiga, lanjutnya, perilaku Akil yang mengatasnamakan supirnya atas kepemilikan mobil Mercedes Benz dianggap sebagai perilaku yang juga tidak jujur. Apalagi, perbuatan tersebut dilakukan untuk menghindari pajak progresif.

Keempat, kata Anggota Majelis Kehormatan lainnya Abbas Said, Akil telah memerintahkan panitera untuk mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri untuk menunda pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Banyuasin. Perbuatan tersebut dinilai melanggar peraturan internal MK karena Akil tidak berkonsolidasi terlebih dulu dengan Hakim lainnya.

"Kelima, bahwa perilaku Hakim Terlapor yang mengadakan pertemuan dengan Anggota DPR CHN (Chairun Nisa) di ruang kerja Hakim Terlapor pada 9 juli 2013, dan dihubungkan dengan peristiwa penangkapan Anggota DPR CHN yang berada di tempat yang sama dengan hakim terlapor, pada saat keduanya ditangkap oleh KPK di rumah jabatan hakim terlapor pada 2 Oktober 2013 karena dugaan penyuapan, menimbulkan keyakinan Majelis Kehormatan bahwa peristiwa tesebut berhubunga dengan perkara yang ditangani oleh hakim terlapor," lanjut Abbas Said.

Keenam, Akil Mochtar juga dianggap menggunakan kewenangannya untuk mengatur agar panelnya menangani sengketa pilkada lebih banyak dibandingkan dua panel lainnya. Seharusnya, Akil sebagai ketua harus mendistribusikan penanganan perkara secara adil dan seimbang kepad ketiga panel hakim.

Alasan ketujuh, Akil juga telah memerintahkan sekretarisnya Yuana Sisilia dan Supirnya Daryono untuk mentransfer sejumlah dana ke rekening pribadinya. Dana-dana tersebut, juga dinilai berjumlah tidak wajar.

"Hakim Terlapor terbukti menerima sejumlah dana dari STA (Susi Tur Andayani) kuasa hukum pihak yang berperkara, dan dari sumber-sumber lain yang ada kaitannya dengan Mahkamah Konstitusi," kata Abbas mengungkapkan alasan kedelapan.

Terakhir, ditemukannya narkotika jenis ganja dan ekstasi di ruang kerja Akil juga digunakan sebagai pertimbangan. Apalagi setelah dilakukan pemeriksaan, kata Abbas, Narkotika yang ditemukan tersebut cocok dengan profil DNA Akil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com