Perbudakan pun terjadi di masyarakat Mesir, India, Yunani, Romawi, Cina, dan Amerika. Perbudakan berkembang, seiring dengan perkembangan perdagangan dan industri. Permintaan budak meningkat untuk menghasilkan barang-barang keperluan ekspor. Kebanyakan orang
kuno berpendapat bahwa perbudakan merupakan keadaan alam yang wajar, yang dapat terjadi terhadap siapapun dan kapanpun. Berbagai cara ditempuh seperti menaklukan bangsa lain lalu menjadikan mereka sebagai budak, atau membeli dari para pedagang budak.
Nasib serupa dialami bangsa Melanesia yang secara fisik mirip dengan bangsa Afrika, yaitu berkulit hitam dan berambut keriting. Wilayah huniannya membentang dari Thailand, Filipina, Malaysia, Indonesia, New Guinea, Australia, Timor, dan kepulauan Micronesia. Bangsa Melanesia sebelumnya terdorong ke pedalaman oleh migrasi bangsa proto-Malay dari Dataran Yunnan (Cina Selatan). Kedatangan bangsa Eropa selain menjajah bangsa proto-Malay, banyak pula suku bangsa Melanesia di Filipina, Papua New Guinea, Merauke, Fiji dan sekitarnya yang
dibawa dengan paksa. Mereka dapat diambil di hutan rimba wilayah Melanesia. Hasil perburuan manusia di wilayah Melanesia telah sangat menguntungkan Australia dan Belanda. (Melanesia: A Nation in a Coffin. by S. Karoba. http://www.westpapua.org.uk/, January 2000).
***
Di tahun 2013 ini, perbudakan modern telah memiliki berbagai bentuk, dan dikenal dengan banyak nama. Baik disebut perdagangan manusia, kerja paksa, perbudakan atau praktik-praktik mirip perbudakan (sebuah kategori yang mencakup jeratan hutang, pernikahan paksa, penjualan atau eksploitasi anak termasuk dalam konflik bersenjata), korban dari perbudakan modern memiliki kebebasan hidup mereka ditolak, dan digunakan dan dikendakikan dan dimanfaatkan orang lain untuk keuntungan, seks, atau bahkan sensasi dominasi.
Perkiraan prevalensi perbudakan modern adalah ukuran gabungan dari tiga faktor; perkiraan prevalensi perbudakan modern dari populasi, pengukuran pernikahan dibawah umur dan data dari perdagangan manusia yang masuk dan keluar dari suatu negara. Ketiga faktor ini jika
digabungkan dapat menghasilkan gambaran global yang rinci mengenai jumlah orang yang hidup dibawah perbudakan saat ini.
Index juga mengidentifikasi faktor-faktor yang menyoroti resiko perbudakan modern di setiap negara dan meneliti kekuatan respon pemerintah menangani masalah ini untuk 20 negara teratas dan terbawah dalam peringkat indeks. Index mengkaji prioritas yang diberikan dalam membasmi perbudakan modern, metode yang digunkan untuk mengatasi masalah tersebut, dan bagaimana upaya tersebut dapat ditingkatkan untuk setiap negara.
Global Slavery Index diciptakan melalui konsultasi dengan sebuah panel pakar internasional dari berbagai organisasi, think thank dan lembaga akademis internasional. Index ini telah disetujui oleh sejumlah tokoh seperti Mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, Mantan Perdana Menteri Tony Blair, Gordon Brown dan Julia Gillard, dan para dermawan terkemuka seperti Bill Gates, Sir Richard Branson dan Mo Ibrahim, serta para akademisi, pemimpin bisnis dan pembuat kebijakan. Laporan Global Slavery Index dapat ditemukan di www.globalslaveryindex.org
@JodhiY
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.