Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapan KPK Periksa Boediono dalam Kasus Century?

Kompas.com - 17/09/2013, 19:21 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Hingga Selasa (17/9/2013), Komisi Pemberantasan Korupsi belum menjadwalkan pemeriksaan Wakil Presiden Boediono terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. KPK pernah meminta keterangan Boediono. Namun ketika itu kasus Century belum masuk ke tahap penyidikan, atau masih dalam proses penyelidikan.

"Terkait penyidikan Century, sampai hari ini saya belum memperoleh informasi (pemeriksaan Boediono)," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa, saat ditanya kapan Boediono akan diperiksa sebagai saksi.

Kendati demikian, Johan menegaskan bahwa terbuka kemungkinan bagi KPK untuk memeriksa Boediono sepanjang keterangan mantan Gubernur Bank Indonesia itu memang diperlukan penyidik.

"Sepanjang diperlukan keterangannya oleh penyidik, tentu akan dipanggil. Dalam penyelidikan beliau juga pernah dimintai keterangan. Apakah nanti akan dimintai keterangan lagi atau tidak, tentu penyidik yang tahu. Tapi ampai sekarang ini, belum ada," ungkap Johan.

Sebelumnya Ketua KPK Abraham Samad menegaskan, pihaknya akan memeriksa siapa pun yang keterangannya diperlukan, termasuk seorang wakil presiden sekalipun. Abraham menyebut Boediono berperan dalam pemberian FPJP ke Bank Century pada 2008.

Selaku Gubernur Bank Indonesia saat itu, katanya, Boediono tentu mengerti soal pemberian FPJP tersebut. Terkait penyidikan kasus Century, KPK belakangan ini intensif memeriksa Direktur Utama PT Century Mega Investido, Robert Tantular. Lima kali sudah KPK memeriksa Robert untuk menggali ihwal pemberian FPJP dan penetapan status Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Pada Selasa ini, KPK memeriksa Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany dalam kasus yang sama. Seusai diperiksa, Fuad mengaku diajukan pertanyaan seputar rapat KSSK pada 24 November 2008. Fuad mengakui bahwa Boediono terlibat dalam rapat yang membahas upaya penyelamatan terhadap Bank Century itu.

"Banyak, iya ada semua, ada BI, ada kementerian keuangan, LPS," ujar Fuad.

Awal Mula Kasus Century

Kasus Bank Century bermula dari pengajuan permohonan fasilitas repo (repurchase agreement) aset oleh Bank Century kepada BI sebesar Rp 1 triliun. Pengajuan repo aset itu dilakukan untuk meningkatkan likuiditas Bank Century.

Repo adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua pihak yang diikuti dengan perjanjian pembelian kembali di kemudian hari dengan harga yang telah disepakati. Surat permohonan repo aset itu kemudian ditindaklanjuti BI untuk diproses lebih lanjut oleh Zainal Abidin dari Direktorat Pengawasan Bank.

Zainal lalu berkirim surat ke Boediono pada 30 Oktober 2008. Surat itu berisi kesimpulan yang dibuat Zainal atas permohonan Bank Century. Namun, BI merespons pemberian fasilitas itu dengan menggulirkan wacana pemberian FPJP. Padahal, Zainal mengatakan Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh fasilitas itu.

Ketidaklayakan Bank Century menerima FPJP disebabkan capital adequacy ratio (CAR) bank tersebut di bawah 8 persen, batas minimum yang ditetapkan BI. Boediono diduga memberikan arahan agar menggunakan berbagai cara supaya Bank Century mendapat FPJP.

Pada 14 November 2008, BI kemudian mengeluarkan aturan baru untuk persyaratan FPJP dari CAR minimal 8 persen menjadi CAR positif. Aturan ini ditenggarai untuk mengarah ke Bank Century. Setelah dilakukan perubahan itu, pada tanggal yang sama, Boediono mengeluarkan surat kuasa. Surat kuasa ini kemudian yang diterima oleh Timwas Century saat ini.

Atas dasar kuasa itu, pihak BI dan Bank Century menghadap notaris Buntario Tigris. Berdasarkan audit investigasi BPK, proses ini diduga sarat rekayasa seolah-olah permohonan yang diajukan Bank Century adalah FPJP. Pada malam harinya, dana FPJP untuk Bank Century pun cair sebesar Rp 502,72 miliar untuk tahap pertama dan tahap berikutnya Rp 689 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com