Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Robert Tantular Minta KPK Ungkap ke Mana Dana "Bail Out" Century Mengalir

Kompas.com - 16/09/2013, 13:47 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Direktur Utama PT Century Mega Investindo Robert Tantular kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century, Senin (16/9/2013). Saat memenuhi panggilan KPK, Robert menyampaikan permintaannya agar lembaga antikorupsi itu membongkar ke mana saja dana bail out Century Rp 6,7 miliar mengalir.

"Saya minta dibuka Rp 6,7 triliun itu diserahkan ke mana saja, siapa yang menerima pertamanya," kata Robert ketika tiba di Gedung KPK.

Robert sendiri mengaku tidak tahu siapa saja penikmat gelontoran dana talangan tersebut. Saat dana Rp 6,7 triliun dicairkan, Robert mengaku sudah ditahan kepolisian.

"Mana tahu, saya kan sudah ditahan di Mabes. Pencairan itu semua kan saya sudah ditahan di Mabes," ujarnya.

Pria yang diivonis empat tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus Century ini pun mengaku heran mengapa mantan Direktur Utama PT Bank Mutiara (Bank Century setelah diambil alih pemerintah) Maryono juga mengaku tidak tahu soal pencairan dana Rp 6,7 triliun tersebut.

KPK memeriksa Robert sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi Bank Century yang menjerat Deputi Gubernur BI nonaktif Budi Mulya. Pemeriksaan hari ini merupakan yang kelima bagi Robert. Pada pemeriksaan pekan lalu, Robert mengaku diajukan pertanyaan seputar aliran dana bail out Rp 6,7 trliun.

Hari ini, dia juga menduga akan kembali dicecar pertanyaan soal Rp 6,7 triliun tersebut oleh penyidik KPK. Seusai pemeriksaan pekan lalu, Robert juga menceritakan kronologi pemberian bail out untuk Bank Century. Menurut Robert, pada 29 Oktober 2008, direksi Bank Century mengajukan permohonan fasilitas repo (repurchase agreement) aset oleh Bank Century kepada Bank Indonesia sebesar Rp 1 triliun.

"Tapi, tak pernah diberikan sampai kejadian kalah kliring tanggal 13 November 2008," ujarnya (12/9/2013).

Dia pun mengungkapkan, FPJP mulai diberikan pada 14 November 2008 hingga 18 November 2008, dengan jumlah total Rp 689 miliar dari BI. Pada 21 November 2008, Lembaga Penjamin Simpanan mengambil alih Bank Century. Kemudian, tambah Robert, dana bail out mulai dikucurkan pada 28 November 2012 hingga 21 Juli 2009 dengan total Rp 6,7 triliun.

"Saya sudah ditahan 25 November 2008," tambahnya.

Dalam kasus Century, KPK menetapkan Budi Mulya sebagai tersangka. Budi disangka menyalahgunakan wewenang dalam pemberian FPJP kepada Bank Century tahun 2008 dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Diduga, ada kesengajaan untuk mengubah syarat rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) penerima FPJP dari minimal 8 persen menjadi CAR positif sehingga CAR Century yang ketika itu hanya 2,35 persen bisa mendapat pinjaman Rp 502,07 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com