Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramadhan di Menara Khalifa dan Stasiun Antariksa

Kompas.com - 28/07/2013, 09:27 WIB

Muh. Ma'rufin Sudibyo*

KOMPAS.com - Selain fenomena durasi puasa yang cukup panjang yang bahkan sampai 19 jam per hari, seperti terjadi pada kawasan sub tropis dan lingkar kutub belahan Bumi utara, pernak-pernik ibadah puasa dalam bulan suci Ramadhan 1434 H kali ini juga diwarnai kejutan lain.

Terbetik kabar bahwa Kementerian Urusan Islam dan Amal Sosial di Dubai (Uni Emirat Arab) telah menerbitkan jadwal imsakiyah Ramadhan khusus yang diberlakukan bagi Menara Khalifa atau populer juga sebagai Burj al-Khalifa. Sebagai gedung pencakar langit tertinggi di dunia sejak 2010 hingga kini dan berlokasi di negara Islam, Menara Khalifa menjadi aspek khusus yang mendapat perlakuan berbeda dalam hal jadwal imsakiyah Ramadhan-nya dibanding lokasi-lokasi lainnya di Dubai.

Jadwal khusus tersebut membagi Menara Khalifa menjadi tiga kelompok waktu berbuka puasa yang masing-masing berselisih satu menit. Maka, bila penghuni lantai dasar di gedung jangkung ini telah berbuka puasa misalnya pukul 19:02, penghuni lantai teratas baru diperkenankan bersantap dalam tiga menit kemudian (pukul 19:05).

Adanya waktu berbuka puasa yang berbeda untuk satu gedung yang sama tentu terasa unik. Sejauh ini, kita memahami waktu berbuka puasa yang berbeda-beda umumnya terjadi akibat perbedaan wilayah administratif (kabupaten/kota). Misalnya, jadwal imsakiyah Ramadhan untuk kota Jakarta selalu berbeda dengan jadwal untuk Kabupaten Serang, meski secara geografis keduanya berdekatan.

Namun, jadwal imsakiyah yang berbeda bagi satu tempat yang sama yang hanya berbeda ketinggiannya nampaknya baru kali ini terjadi. Apa penyebabnya? Apakah karena penghuni Menara Khalifa ibarat melayang di udara pada ketinggian tertentu? Apa bedanya dengan wakstu shalat di pesawat atau bahkan di ketinggian antariksa?

Terbit dan terbenam

Waktu imsakiyah dan shalat memang sepenuhnya bergantung pada posisi Matahari di langit setempat. Faktor penentunya hanyalah koordinat geografis lokasi yang hendak ditentukan waktu shalatnya dan koordinat astronomis Matahari sebagai koordinat ekuatorial dalam besaran deklinasi Matahari dan perata waktu (equation of time).

Koordinat geografis lokasi adalah nilai garis lintang dan bujur yang berpotongan di lokasi tersebut. Sementara, deklinasi adalah proyeksi garis-garis lintang di Bumi ke langit. Gerak semu tahunan yang dialami Matahari membuat deklinasi Matahari hanya akan terbatasi di antara +23,44 derajat hingga -23,44 derajat saja. Dan perata waktu adalah selisih antara periode rotasi aktual Bumi, yang bervariasi antara 23 jam 45 menit 45 detik hingga 24 jam 16 menit 25 detik dalam setahun Masehi (Tarikh Umum), dengan periode rotasi yang dirata-ratakan (yakni 24 jam).

Namun, khusus awal Maghrib (yang ditandai terbenamnya Matahari) dan akhir Shubuh (yang ditandai terbitnya Matahari) terdapat faktor tambahan yakni elevasi lokasi terhitung dari paras air laut rata-rata. Sebab, awal Maghrib didefinisikan sebagai Matahari terbenam sempurna, sehingga seluruh bagiannya termasuk puncak cakramnya telah tepat menghilang di balik cakrawala barat.

Sebaliknya, akhir Shubuh dinyatakan sebagai Matahari hendak terbit sempurna yakni saat puncak cakramnya bersiap menyembul di cakrawala timur. Di sisi lain, dalam astronomi, acuan terhadap ketinggian benda langit adalah cakrawala sejati (ufuk haqiqi) yang tepat tegak lurus dari titik zenith. Padahal, cakrawala sejati tak berimpit dengan cakrawala semu atau ufuk mar’i (cakrawala yang kita lihat sehari-hari). Sementara, terbenam sempurnanya Matahari selalu mengacu pada cakrawala semu. Selalu terdapat selisih antara cakrawala sejati dan semu yang dipengaruhi pembiasan atmosfer (refraksi) dan elevasi lokasi setempat.

Maka, faktor elevasi amat menentukan dalam menyatakan Matahari telah terbenam sempurna atau belum. Jika elevasinya nol meter (tepat di paras air laut), maka Matahari baru dikatakan terbenam sempurna jika tingginya -0,83 derajat terhitung dari titik pusat cakram ke cakrawala sejati barat. Sebaliknya pada elevasi 1.600 meter, terbenam sempurnanya Matahari baru terjadi bila tingginya -2,0 derajat. Perbedaan tinggi Matahari seiring beda elevasi inilah yang menyebabkan mengapa jadwal imsakiyah unik di Menara Khalifa terjadi.

Menara Khalifa merupakan gedung pencakar langit setinggi 829 meter yang berdiri di atas daratan dengan elevasi 5 meter. Namun, lantai teratasnya terletak pada ketinggian 585 meter, di mana tinggi Matahari terbenam/terbit adalah -1,54 derajat dari cakrawala. Sementara, tinggi Matahari terbenam/terbit di lantai terdasar adalah -0.90 derajat saja. Dengan merujuk aturan sederhana di mana selisih tinggi 1 derajat adalah setara beda waktu 4 menit dan membulatkannya ke bilangan bulat terdekat, maka selisih tinggi Matahari di antara lantai dasar dan teratas setara dengan beda waktu 3 menit.

Jika dirinci lebih lanjut, maka waktu berbuka puasa hingga ketinggian 116 meter adalah sama dengan waktu berbuka puasa di lantai dasar ditambahkan satu menit. Sementara, di ketinggian antara 116 hingga 373 meter ditambahkan dua menit. Dan pada ketinggian antara 373 hingga 585 meter ditambahkan tiga menit.

Antariksa

Pengaturan itu sekilas kompleks, namun sejatinya lebih baik karena benar-benar mengacu fenomena alam yang menjadi rujukannya. Dengan luasan yang sempit, ketersediaan infrastruktur Menara Khalifa dan kapasitas sumber daya manusianya, pengaturan semacam itu dapat diterapkan dari lantai ke lantai tanpa perlu memicu kebingungan.

Ini berbeda dengan situasi di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara (Jawa Tengah). Meski terletak pada elevasi 2.000 meter atau jauh di atas kota Banjarnegara yang elevasinya 290 meter, namun luasnya kabupaten dan didasari semangat untuk tak membuat publik bingung maka pengaturan ala Menara Khalifa tidak diterapkan.

Dengan selisih elevasi Dieng dan kota Banjarnegara yang setara dengan beda waktu 4 menit, maka pengaturan jadwal imsakiyahnya menggunakan konsep toleransi waktu (ihtiyaath) sebesar +4 menit. Sehingga di mana pun lokasinya di dalam Kabupaten Banjarnegara, baik di kota Banjarnegara sendiri maupun di Dieng, berlaku jadwal imsakiyah yang sama.

Dengan demikian. jadwal imsakiyah di Menara Khalifa berbeda dengan jadwal imsakiyah di pesawat komersial yang sedang melaju di udara. Meski ketinggian jelajah pesawat komersial umumnya pada elevasi 10.000 meter di mana tinggi Matahari terbenam/terbit di sini bernilai -3,76 derajat, namun dengan lokasi yang selalu berubah-ubah (terhadap muka Bumi) akibat kecepatannya yang tinggi, maka jadwal imsakiyah di pesawat umumnya hanya mengacu pada jadwal imsakiyah di bandara keberangkatan atau tujuannya.

Bagaimana dengan di antariksa? Sejak penerbangan antariksa berawak lahir setengah abad silam, sejumlah antariksawan Muslim telah terbang ke orbit, mengapung-apung di batas langit sembari menatap indahnya planet biru di keheningan langit yang demikian luas.

Sumber : JAKIM, 2007. Bagaimana Sheikh Muszaphar Shukor menunaikan ibadah shalat di dalam stasiun ISS dengan tatacara dan gerakan layaknya di Bumi. Kiri : saat sedang berniat dengan wajah menghadap garis proyeksi kiblat ke langit. Kanan : saat hendak bersujud.

Dipelopori Salman al-Saud (Arab Saudi) yang terbang dalam misi STS-51-G Challenger pada 17 Juni 1985, hingga kini terdapat sembilan orang antariksawan Muslim, terakhir Sheikh Muszaphar Shukor (Malaysia) yang terbang ke stasiun antariksa ISS bersama wahana Soyuz TMA-11 pada 10 Oktober 2007. Baik Salman maupun Shukor terbang menjelang bulan Ramadhan berakhir sehingga bersua dengan Idul Fitri saat di langit.

Selain keduanya, terdapat juga Musa Manarov (eks Uni Soviet), Talgat Musabayev (Kazakhstan) dan Salizhan Sharipov (Kyrgyzstan) yang bahkan mencatatkan rekor tersendiri dengan lamanya tinggal di langit, yakni masing-masing sepanjang 541, 341 dan 201 hari.

Fakta ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana waktu shalat di antariksa? Bagaimana cara menghadap kiblat? Bagaimana cara berpuasa Ramadhan di sana? Sebab tempat hunian di antariksa sepert stasiun ISS adalah beredar demikian cepatnya sehingga hanya butuh 93 menit untuk sekali mengelilingi Bumi. Cepatnya periode revolusi stasiun ISS membuat konsep waktu lokal dan waktu Matahari di dalamnya terjungkir-balik. Namun, cendekiawan falak masa kini mencoba menyiasatinya dengan merumuskan bagaimana cara Umat Islam menjalankan ibadahnya selama di antariksa. Upaya termutakhir adalah aturan yang ditelurkan Komisi Fatwa Nasional dan Jawatan Keagamaan Islam Malaysia (JAKIM).

Dalam aturan ini, sehari di antariksa tetap dinyatakan sama dengan sehari Bumi, yakni 24 jam. Waktu shalatnya mengacu koordinat geografis dan elevasi tempat peluncuran, misalnya Kosmodrom Baikonur (Kazakhstan) atau Cape Canaveral (AS).

Saat sedang berniat shalat, diupayakan untuk bisa menghadapkan wajah ke kiblat, atau ke garis proyeksi kiblat ke langit, atau ke Bumi saja, atau jika tidak memungkinkan boleh menghadap ke mana pun.

Setelah berniat, tidak perlu mengubah arah hadap meskipun misalnya kiblat telah bergeser ke samping (akibat gerakan wahana atau stasiun ISS yang demikian cepat). Shalat di antariksa bisa dilakukan dengan gerakan layaknya di Bumi, atau dengan cara duduk, atau dengan cara berbaring, atau dengan gerakan mata. Dan puasa Ramadhan tetap bisa dilakukan dengan jadwal imsakiyah yang juga mengacu kepada tempat peluncuran.

* Muh Ma'rufin Sudibyo, Koordinator Riset Jejaring Rukyatul Hilal Indonesia & Ketua Tim Ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah Kebumen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com