"Sebagai apresiasi, pimpinan majelis memberikan penghargaan dalam bentuk tertulis yakni dalam buku untuk mengenang jasa Beliau. Terima kasih banyak atas banyaknya pihak yang sudah membantu terbitnya buku ini," ujar Ketua MPR Sidarto Danusubroto, dalam acara peringatan 40 hari wafatnya almarhum Taufiq Kiemas, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/7/2013).
Di dalam buku setebal 213 halaman itu, terdapat tulisan pembuka dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah itu, dilanjutkan bab tulisan dari para kolega Taufiq Kiemas. Beberapa di antaranya yakni dari Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid dengan judul "Perjamuan Terakhir Sang Ketua Kelasa", Ketua DPR Marzuki Alie dengan judul "Politisi Legendaris dari Dunia Aktivis" dan Ketua DPD Irman Gusman dengan judul "Uda Taufiq Inspirasi Bangsa".
Selain dari para kolega, pihak keluarga juga turut menyumbangkan tulisan bagi suami Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri itu. Di antaranya yakni putri semata wayang Mega dan Taufiq, Puan Maharani; dan dua anak Mega lainnya yakni Muhammad Rizki Pratama dan Muhammad Prananda Prabowo.
Di antara tulisan para kolega dan keluarga, buku ini juga memuat sebuah cerita tentang hari-hari terakhir Taufiq pada Hari Kelahiran Pancasila di Ende, Nusa Tenggara Timur, bersama Wakil Presiden Boediono. Cerita yang dibungkus dalam sebuah tulisan berjudul "Firasat dari Ende" itu adalah buah karya Rahmat Sahid, wartawan Koran Sindo.
"Terlihat ada yang tidak biasa dari gaya bicara dan aura semangatnya. Taufiq Kiemas dalam membacakan teks pidatonya tampak begitu menggebu-gebu, seolah lupa dengan kondisi kesehatannya," kata Sahid.
Dalam tulisan itu disebutkan, Taufiq berpidato berapi-api selama 20 menit. Padahal, dokter pribadinya sudah mengingatkan bahwa politisi senior PDI Perjuangan itu tak boleh berdiri lebih dari 10 menit. Terselip pula sebuah pesan agar perjuangan empat pilar tetap bisa diteruskan oleh para penerusnya jika Taufiq tak lagi di MPR.
Seusai berpidato, Taufiq juga sempat mendatangi sebuah pohon sukun yang menjadi tempat Bung Karno merenung dan merumuskan nilai-nilai Pancasila. Sahid menceritakan, kondisi Taufiq terlihat begitu lelah. Namun, Taufiq tetap meladeni berbagai jabat tangan masyarakat. Hingga akhirnya, rasa lelah Taufiq itu tak lagi bisa dibendung.
Taufiq memutuskan tak melanjutkan rangkaian acara. Kemudian, sebuah baliho bergambar Taufiq tiba-tiba saja jatuh. Seorang staf pemberitaan MPR, tulis Sahid, langsung berseru, "wah, firasat apa ini?"
Entah firasat atau bukan, tetapi seusai acara di Ende, Taufiq Kiemas akhirnya tepaksa dilarikan ke Singapura untuk menjalani perawatan. Pada tanggal 8 Juni, Taufiq mengembuskan napas terakhirnya di usia 70 tahun. Taufiq lalu diterbangkan ke Jakarta untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
"Selamat jalan sahabat kami, Sang Negarawan Paripurna," ungkap Sidarto yang ditunjuk PDI Perjuangan menggantikan posisi Taufiq.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.