Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keterlibatan Boediono di Century, Tunggu Pemeriksaan Budi Mulya

Kompas.com - 27/06/2013, 14:22 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menuturkan, penggeledahan kantor Bank Indonesia terkait skandal Bank Century diharapkan bisa membidik aktor intelektual dari pencairan dana talangan Rp 6,7 triliun. Namun, untuk bisa mengungkapkan aktor intelektual yang sebenarnya, KPK mengungkapkan pemeriksaan mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya menjadi kunci.

"Nanti akan ada pemeriksaan Budi Mulya dulu maka baru bisa disimpulkan bahwa ada keterlibatan Gubernur BI saat itu (Boediono)," ujar Abraham di Kompleks Parlemen, Kamis (27/6/2013).

"Kalau keterangan BM (Budi Mulya) sinkron dengan dokumen yang ada, maka baru bisa kami simpulkan keterlibatan gubernur BI masa itu," tambahnya tanpa menguraikan waktu pemeriksaan Budi Mulya selanjutnya.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan Boediono bisa saja diperiksa oleh KPK terkait kasus Century sebagai tindak lanjut dari penggeledahan kantor BI.

"Siapa pun bisa saja diperiksa KPK. Tidak hanya Boediono, kalau dimungkinkan untuk diperiksa bisa saja," ucap Busyro.

Awal mula kasus Century

Kasus Bank Century bermula dari pengajuan permohonan fasilitas repo (repurchase agreement) aset oleh Bank Century kepada BI sebesar Rp 1 triliun. Pengajuan repo aset itu dilakukan untuk meningkatkan likuiditas Bank Century. Repo adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua pihak yang diikuti dengan perjanjian pembelian kembali di kemudian hari dengan harga yang telah disepakati.

Surat permohonan repo aset itu kemudian ditindaklanjuti BI untuk diproses lebih lanjut oleh Zainal Abidin dari Direktorat Pengawasan Bank. Zainal lalu berkirim surat ke Boediono pada 30 Oktober 2008. Surat itu berisi kesimpulan yang dibuat Zainal atas permohonan Bank Century.

Namun, BI merespons pemberian fasilitas itu dengan menggulirkan wacana pemberian FPJP. Padahal, Zainal mengatakan Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh fasilitas itu. Ketidaklayakan Bank Century menerima FPJP disebabkan capital adequacy ratio (CAR) bank tersebut di bawah 8 persen, batas minimun yang ditetapkan BI.

Boediono diduga memberikan arahan agar menggunakan berbagai cara supaya Bank Century mendapat FPJP. Pada 14 November 2008, BI kemudian mengeluarkan aturan baru untuk persyaratan FPJP dari CAR minimal 8 persen menjadi CAR positif. Aturan ini ditenggarai untuk mengarah ke Bank Century.

Setelah dilakukan perubahan itu, pada tanggal yang sama, Boediono mengeluarkan surat kuasa. Surat kuasa ini kemudian yang diterima oleh Timwas Century saat ini. Atas dasar kuasa itu, pihak BI dan Bank Century menghadap notaris Buntario Tigris. Berdasarkan audit investigasi BPK, proses ini diduga sarat rekayasa seolah-olah permohonan yang diajukan Bank Century adalah FPJP. Pada malam harinya, dana FPJP untuk Bank Century pun cair sebesar Rp 502,72 miliar untuk tahap pertama dan tahap berikutnya Rp 689 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Nasional
    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Nasional
    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Nasional
    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    Nasional
    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Nasional
    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Nasional
    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Nasional
    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    Nasional
    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Nasional
    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Nasional
    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com