Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas, Perang Generasi Keempat

Kompas.com - 12/05/2013, 19:10 WIB
Amir Sodikin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri, mengingatkan adanya perang generasi keempat yang berbeda dengan perang-perang fisik konvensional. Bukan penguasaan wilayah atau tanah yang akan dijadikan target, melainkan untuk mengubah pola pemikiran, cara hidup, cara pandang, dan ideologi pasar.

Pola perang generasi keempat memang berbeda dengan perang-perang konvensional. Dalam konteks global, salah satu yang patut disadari, kata Kiki, adalah getolnya kampanye liberalisme di seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia.

"Perang generasi keempat bukan lagi mengandalkan persenjataan yang bersifat hardpower tapi juga softpower," kata Kiki.

Pernyataan Kiki ia sampaikan ketika menjadi pembicara dalam seminar Musyawarah Nasional I yang digelar Think anda Act for National Defense (Tandef) dan Ikatan SMU Taruna Nusantara dengan tema "Mewujudkan Masyarakat Sadar Pertahanan" di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jakarta, Minggu (12/5/2013).

Hadir dalam diskusi tersebut selain Kiki adalah mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pengamat pertahanan dan militer Connie Rahakundini Bakrie, dan pengamat politik dan militer Kusnanto Anggoro, dengan moderator pakar komunikasi Effendi Gazali.

Menurut Kiki, Kampanye global untuk mempromosikan liberalisme telah memporak-porandakan banyak negara, termasuk yang terjadi di Libya dan Irak tak lepas dari misi mempromosikan liberalisme.

Di Indonesia, reformasi 1998 ketika berjalan akhirnya dibajak juga oleh kekuatan liberalisme. "Kita telah dibuat mabuk dengan liberalisme, ditambah reformasi tanpa dikawal kepemimpinan yang kuat membuat, Indonesia cita-cita reformasi tak terwujud sempurna," ujarnya.

"Dalam perang generas keempat ini, salah satu yang paling penting adalah peran media," tambah Kiki mengingatkan.

Kiki menceritakan, beberapa tahun lalu ada sebuah seminar internasional di Jakarta dengan pembicara mantan Panglima NATO. Sang panglima sempat membuat anekdot bahwa yang memegang hak veto di PBB itu bukan hanya lima negara, tapi ditambah satu lagi yaitu CNN (mewakili kekuatan media massa).

Karena itu, begitu pentingnya media massa, sangat bahaya jika media berhasil diokupasi dan dikolonisasoi oleh pemilik modal yang berpaham dan memiliki kepentingan untuk menyebarkan liberalisme.

Untuk mengatasi hal ini, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menata ulang kehidupan berbangsa ini, di antaranya kembali pada spirit UUD 1945 dan Pancasila, serta perlunya membangun karakter dalam segala lini pendidikan.

Effendi Gazali menambahkan, akibat liberalisme ini banyak sumber daya alam dikuasai asing, perbankan dikuasai asing. "Bahwa ekonomi kita sudah dikuasai asing, itu bukan hal yang asing lagi bagi kita bukan?" ucap Effendi.

Mandegnya gagasan

Kusnanto Anggoro mengungkapkan, apa yang terjadi antara reformasi 1998 hingga kini adalah banyaknya gagasan-gagasan yang mandeg atau terjadi discontinuity of ideas. Dalam bidang pertahanan, juga terjadi mandegnya gagasan reformasi.

Paradigma reformasi TNI gencar dilakukan sejak tahun 1999 namun berhenti pada tahun 2004. Namun, setelah 2004, reformasi TNI mandeg. "Akhirnya, aktualisasi peran TNI tak selesai dirumuskan dengan baik, akibat adanya gagasan yang mandeg," kata Kusnanto.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com