Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Nasihat Bambang Widjojanto untuk Djoko Susilo

Kompas.com - 30/04/2013, 22:12 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com  —  Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menilai eksepsi atau nota keberatan yang diajukan tim pengacara Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo tidak didasarkan argumen yang kuat. Dia pun menganggap tim pengacara Djoko hanya membangun sensasi.

"Saya jadi kasihan sama Pak Djoko kalau cara-cara itu dilakukan, yang rugi kan Pak Djoko. Pak Djoko harusnya berpikir ulang tentang pengacara-pengacara itu. Jangan membangun sensasi tidak penting yang merugikan kliennya," kata Bambang, di Jakarta, Selasa (30/4/2013).

Menurut Bambang, argumen tim pengacara Djoko yang mengatakan bahwa KPK tidak punya kewenangan untuk menyidik peristiwa yang terjadi 2003-2010, bukanlah suatu argumen baru. Bambang mengatakan, KPK bisa menyidik suatu kasus yang terjadi sebelum lembaga antikorupsi itu resmi terbentuk pada 2004.

"KPK pernah menangani kasus Abdullah Puteh yang terjadi 2001 dan sidang pertama kali Desember 2004, dan Undang-Undang KPK baru ada 2002, lalu komisioner KPK diangkat 2003. Artinya KPK sudah bisa tangani kasus Abdullah Puteh walaupun kejadiannya 2001," ungkapnya.

Bambang juga mengatakan, KPK bisa menyita aset Djoko yang dimiliki sebelum 2011, atau sebelum waktu kejadian tindak pidana korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). "Karena filosofi dari pencucian uang ini follow the money (mengikuti aliran uang), KPK berhak menyita aset-aset seseorang tersangka bila aset tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan," katanya.

Kendati demikian, kata Bambang, KPK menghormati nota keberatan yang diajukan tim pengacara Djoko.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam nota keberatannya, tim pengacara Djoko menganggap KPK tidak berwenang menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang atas aset Djoko pada 2003-2010 sebagaimana dakwaan ketiga. Menurut salah satu pengacara Djoko, Tumbur Simanjuntak, dalam Penjelasan Pasal 74 UU No 8/2010, penyidik dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang jika ditemukan bukti permulaan yang cukup saat melakukan penyidikan tindak pidana asal.

"Tentu menjadi pertanyaan, apakah Penyidik KPK berwenang melakukan penyidikan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang tahun 2003 sampai dengan Oktober 2010, sedangkan penyidik tidak pernah melakukan penyidikan tindak pidana asalnya?" kata Tumbur saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, tadi siang.

Penyidik KPK, menurut Tumbur, hanya melakukan penyidikan atas pengadaan proyek simulator SIM tahun anggaran 2011. Adapun eksepsi ini merupakan tanggapan atas surat dakwaan yang disusun tim jaksa KPK.

Dalam persidangan sebelumnya, jaksa KPK mendakwa Djoko melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek simulator ujian surat izin mengemudi di Korlantas Polri sekaligus tindak pidana pencucian uang. Djoko didakwa secara berlapis. Dakwaan pertama, memuat pasal tindak pidana korupsi, yakni Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

Untuk dakwaan kedua dan ketiga, jaksa KPK menggunakan undang-undang tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berbeda. Dakwan kedua, memuat Pasal 3 atau Pasal 4 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ketiga, Pasal 3 Ayat 1 Huruf c, UU No 15/2002 tentang TPPU. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

    Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

    Nasional
    Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

    Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

    Nasional
    Prabowo Terima KSAL dan KSAU, Bahas Postur Pembangunan Angkatan

    Prabowo Terima KSAL dan KSAU, Bahas Postur Pembangunan Angkatan

    Nasional
    PKB, Nasdem, dan PKS Ingin Gabung Koalisi Prabowo, AHY: Enggak Masalah

    PKB, Nasdem, dan PKS Ingin Gabung Koalisi Prabowo, AHY: Enggak Masalah

    Nasional
    Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih, Para Pemberani

    Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih, Para Pemberani

    Nasional
    Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

    Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

    Nasional
    Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

    Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

    Nasional
    Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

    Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

    Nasional
    Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki 'Presiden 2029'

    Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki "Presiden 2029"

    Nasional
    Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

    Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

    Nasional
    Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

    Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

    Nasional
    Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

    Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

    Nasional
    AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

    AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

    Nasional
    Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

    Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

    Nasional
    Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

    Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com