JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji dianggap melawan hukum jika menolak dieksekusi Kejaksaan Agung. Praktisi hukum Todung Mulya Lubis menyayangkan sikap kepolisian yang tidak kooperatif dengan Kejaksaan Agung dalam proses eksekusi Susno.
"Saya bisa mengatakan itu obstruction of justice, penghalangan terhadap putusan MA yang sudah tetap dan mengikat," kata Todung di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (25/4/2013).
Menurut Todung, putusan Mahkamah Agung sudah jelas. Meski tidak mencantumkan perintah untuk penahanan Susno, putusan MA sudah final menguatkan putusan pengadilan sebelumnya yang menyatakan Susno bersalah dan divonis tiga tahun enam bulan penjara.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya menyatakan Susno bersalah dalam dua kasus, yakni penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari senilai Rp 500 miliar dan kasus dana pengamanan Pilkada Jabar 2008 senilai Rp 8 miliar saat menjadi Kapolda Jabar.
"Karena walaupun tidak ada kata penahanan, perintah MA sudah menguatkan putusan sebelumnya. Jadi, secara hukum, artinya sudah final dan putusan pengadilan sebelumnya sudah dikokohkan. Tanpa ada kata penahanan, bagi saya, tidak perlu ada perdebatan soal ini," kata Todung.
Dia pun meminta Kepala Polri Jenderal Polisi Timur Pradopo untuk menghormati putusan MA serta tidak menghalang-halangi proses eksekusi Susno.
Saat akan dibawa Kejaksaan Agung dari rumahnya di Resor Dago Pakar, Kabupaten Bandung, Susno meminta perlindungan kepada kepolisian. Dia tampak dikawal sejumlah mobil patroli dan 60 petugas Direktorat Sabhara Polda Jawa Barat.
Adapun Susno sudah tiga kali tak memenuhi panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Dia menyatakan tidak dapat dieksekusi dengan berbagai alasan. Alasan pertama penolakan eksekusi itu adalah ketiadaan pencantuman perintah penahanan dalam putusan kasasi MA. Susno berkilah, MA hanya menyatakan menolak permohonan kasasi dan membebankan biaya perkara Rp 2.500.
Sementara alasan kedua penolakan eksekusi adalah penilaian bahwa putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta cacat hukum. Penilaian itu merujuk pada kesalahan penulisan nomor putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam amar putusan banding. Dengan kedua argumen itu, Susno menganggap kasusnya telah selesai. Dia pun bersikukuh menolak eksekusi.
Ikuti berita terkait dalam topik:
Eksekusi Susno Duadji