Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akil Mochtar, Pengawal Konstitusi dari Pedalaman

Kompas.com - 08/04/2013, 12:04 WIB
Susana Rita

Penulis

Kepada teman-teman dari partai, saya bilang Anda tidak usah datang deh walaupun untuk silaturahim. Nanti persepsi orang bagaimana. Jadi, teman- teman partai itu lebih enak datang ke kantor Pak Mahfud daripada ke ruangan saya.

Selain itu, sejak di MK, saya juga tidak pernah kumpul-kumpul lagi dengan teman-teman. Saya merasa agak kurang bagus. Mohon maaf ya. Mungkin kalau hari libur saja pergi ke mana dengan istri.

Anda paling sering mendapat rumor miring tentang menerima ini-itu dari SMS-SMS?

Saya ini memang ada kelebihan dan kelemahannya. Kalau sidang, saya banyak guyonnya. Tetapi kalau saya marah, ya saya marah saja. Tidak peduli. Mau siapa saja saya usir keluar. Itu sikap saya. Yang menguntungkan, banyak orang respek. Tetapi itu juga kadang menebarkan fitnah dan isu yang macam-macam itu tadi.

Saya memang paling sering (mendapat rumor dari SMS). Untuk perkara yang bukan saya panelnya, panelnya Pak Mahfud saja, saya diisukan macam-macam. Tiba-tiba ada SMS, katanya Anda akan ditangkap KPK karena ikut menyetujui perkara Pilkada Papua untuk ditolak. Padahal, waktu putusan saya sedang di luar kota.

Salah satu perkara yang bakal ditangani MK adalah sengketa Pemilu 2014.

Ini akan menjadi prioritas saya. Di masa kepemimpinan saya, ini akan kami selesaikan dengan baik. Kami juga sudah punya rumus dan sistem untuk mengelola perkara itu dengan tepat. Dulu hakimnya kan dibagi tiga panel, masing-masing di-back up oleh 10 panitera dan dibantu 15 anggota staf. Jadi, kami BKO-kan pegawai-pegawai, mulai dari bagian penyusunan berkas hingga komputerisasi.

Penanganannya kami buat per partai. Partai Golkar, misalnya, ada 100 sengketa di berapa dapil. Partai PDI-P 75 sengketa di berapa dapil, misalnya. Itu kan bisa dihitung. Sistemnya mudah. Kami sudah memiliki pengalaman yang cukup untuk menangani itu.

Adakah kiat khusus mencegah terulangnya kasus pemalsuan surat pada saat penanganan sengketa Pemilu 2009?

Memang pilkada dan pemilu legislatif dianggap orang sebagai perkara yang potensial atau rawan terjadinya penyogokan atau apa pun namanya. Makanya, saya bilang independensi itu tidak hanya pada lembaga dan hakimnya. Namun, bagaimana membangun sistem di bawah itu juga penting. Kalau di bawah kena satu saja, remuk MK ini.

Ada permintaan dari pengamat agar MK lebih concern dengan perkara pengujian undang- undang karena itulah mahkotanya MK dibandingkan sengketa pilkada?

Selagi UU mengatakan pilkada menjadi kewenangan MK, itu kewajiban kami. Harus diselesaikan. Tentu kami punya metode menangani perkara itu. Namun, itu tergantung juga kebijakan politik pemerintah dan DPR selaku pembuat UU. Kalau mereka bilang sengketa pilkada akan dipindah, pindahkan. Tak masalah. Biar tidak terlalu menyita waktu dan menjadi rutin. Namun, ada poin kecil di dalam penanganan pilkada, yaitu bagaimana kita mendesain demokrasi lokal dalam perspektif demokrasi konstitusional.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com