”Selain peristiwa ini, tak ada lagi kasus serius. Karena itu, kami sangat kaget dengan peristiwa penembakan kemarin,” ujar Sukamto.
Sebelum penembakan, Sukamto sempat khawatir setelah membaca surat dan dokumen keempat tahanan titipan Polda DI Yogyakarta. Dikhawatirkan, keberadaan empat tahanan kasus pembunuhan seorang anggota TNI AD ini bisa menyulut aksi balas dendam, seperti kasus di Sumatera Selatan saat puluhan anggota TNI menyerang markas polres.
”Ada perasaan yang beda ketika kami menerima empat tahanan tersebut. Pertama karena kasus ini agak sensitif dan kedua menarik perhatian masyarakat banyak. Pihak Polda DI Yogyakarta sendiri tidak memberikan perhatian-perhatian khusus atau catatan khusus terhadap empat tahanan ini. Mereka hanya mengatakan bahwa rumah tahanan Polda DI Yogyakarta sedang direhab,” ungkapnya.
Meski diselimuti kekhawatiran, empat tahanan titipan itu akhirnya diterima, Jumat (22/3) pukul 11.00. Namun, selang 13,5 jam kemudian, sekelompok orang menyerang LP Cebongan dan menewaskan empat tahanan tersebut.
Dari sisi kapasitas, jumlah tahanan dan narapidana di LP ini sebenarnya sudah tak seimbang. Idealnya, LP ini hanya dihuni 162 orang. Namun, saat kejadian penembakan, jumlahnya mencapai 361 orang.
Koordinator Masyarakat Yogyakarta Anti Kekerasan (Makaryo) Tri Wahyu Kus Hardiyatmo mengatakan, peristiwa penembakan di dalam ruang tahanan LP Cebongan ini sebagai preseden buruk di Indonesia—negara yang diklaim sebagai negara hukum. Orang-orang yang siap menjalani proses hukum justru dihabisi di rumah pertobatan. (AB KURNIAWAN)
Baca juga:
Indonesia dalam Keadaan Bahaya
Kata Presiden, Negara Tidak Boleh Kalah