Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Din: Kembalikan Peran MPR, untuk Benahi Sistem Politik dan Kepartaian

Kompas.com - 10/03/2013, 21:37 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengusulkan agar Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) dikembalikan perannya sebagai lembaga tertinggi negara. Pengembalian peran MPR ini, menurutnya, penting untuk memulihkan kebobrokan sistem politik dan kepartaian di Indonesia.

“Saya mengusulkan harus ada konsensus nasional baru secara damai dalam kerangka lembaga-lembaga negara yang ada dan MPR itu punya peran. Saya cenderung untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, saya kira itu amanat dari sila ke-4 Pancasila,” ungkap Din seusai menghadiri penganugerahan gelar doktoral kehormatan Universitas Trisaksi kepada Ketua MPR Taufiq Kiemas di Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu (10/3/2013). 

Menurut Din, kondisi yang terjadi saat ini jauh dari penegakan Empat Pilar Kebangsaan. Kondisi saat ini, katanya, jauh dari ide Trisaksi Bung Karno, yang terdiri dari berdaulat dalam bidang politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya. Empat Pilar Kebangsaan adalah Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Din berpendapat konsensus bersama perlu dilakukan untuk melihat perjalanan reformasi selama 13-14 tahun ini. Menurut dia, demokratisasi yang selama ini berjalan tidak perlu dikembalikan ke belakang, namun juga jangan sampai bergulir secara liar begitu saja. “(Selama ini demokratisasi) melahirkan tidak hanya demokrasi liberal, tapi juga demokrasi kriminal, sehingga ketika bicara soal koalisi, ialah koalisi yang tidak banyak membela kepentingan rakyat,” katanya.

Partai politik yang seharusnya bertanggung jawab atas reformasi struktural, kata Din, justru cenderung bersifat pragmatis bahkan oportunis pada tingkat tertentu. Dia mengatakan, banyak produk undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga merugikan rakyat. “Itu yang kami lakukan judicial review, nah itu limbah dari apa yang diputuskan di Senayan (DPR) ini,” kata Din.

Sistem yang berjalan seperti ini, lanjut Din, hanya akan menimbulkan ongkos politik tinggi. Hal ini pun cenderung berujung pada maraknya tindak pidana korupsi yang melibatkan elite politik. “Inilah yang mendorong orang yang mau menjadi anggota DPR harus mengeluarkan biaya tinggi, jadi bupati, walikota, gubernur, bahkan presiden, akan disisipi oleh upaya 'membayar kuitansi'. Kuitansi itu tak terlepas dari kolusi, bahkan korupsi, maka kita berada di dalam lingkaran setan, kebobrokan itu,” ujarnya.

Presiden Harus Memulai

Untuk mengubah kondisi ini, menurut Din, bukanlah perkara yang mudah. Amandemen konstitusi perlu diprakarsai pemegang amanat, yakni Presiden. “Presiden mengajak partai politik, mengajak stakeholder lain, seperti, ormas-ormas, apa yang terbaik bagi bangsa ini. Ide-ide tadi diselenggarakan secara formal di lembaga yang ada," usul Din.

Mendekonstruksi DPR-MPR, lanjut Din, bagaikan reformasi jilid II. Diperlukan koalisi kearifan yang bisa menjadi tandingan bagi koalisi partai yang orientasinya kekuasaan. “Koalisi sejati itu bersifat lintas partai, termasuk juga ormas-ormas, untuk bisa jadi tandingan bagi koalisi politik yang orientasinya kekuasaan. Bagaimana melanggengkan kekuasaan, bagaimana merebut kekuasaan dalam koalisi yang tidak seluruhnya berorientasi pada kesejahteraan rakyat,” katanya.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Geliat Politik Jelang 2014

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com