Semula, Anas membantah keberadaan Toyota Harrier ini. Namun, belakangan, Anas melalui pengacaranya, Firman Wijaya dan tenaga ahli Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Muhammad Rahmad, mengakui pernah memiliki mobil mewah tersebut. Namun, menurut pihak Anas, mobil itu bukanlah gratifikasi terkait Hambalang, melainkan dibeli oleh Anas dengan cara mencicil kepada Nazaruddin.
Anas mengaku membeli mobil itu dari Nazaruddin dengan harga Rp 670 juta. Pada akhir Agustus 2009, Anas menyerahkan Rp 200 juta kepada Nazaruddin sebagai uang muka pembayaran mobil. Dalam pemberian tersebut, turut menyaksikan Saan Mustopa, Pasha Ismaya Sukardi, Nazaruddin, dan Maimara Tando. Pada Februari 2010, Anas membayar cicilan kedua kepada Nazaruddin senilai Rp 75 juta yang disaksikan kembali oleh M Rahmad.
Namun, Anas mengembalikan lagi Harrier itu kepada Nazaruddin setelah mendapat berbagai pertanyaan soal mobil itu seusai Kongres Partai Demokrat, Mei 2010. Beredar kabar bahwa mobil itu pemberian Nazaruddin kepada Anas.
Firman mengatakan, saat mobil akan dikembalikan, Nazaruddin menolaknya. Nazaruddin, katanya, beralasan rumahnya sudah penuh dengan mobil sehingga tidak dapat menampung Harrier dari Anas. Setelah itu, lanjutnya, Nazaruddin meminta Anas mengembalikannya dalam bentuk uang.
Anas pun, menurut Firman, menjual mobil itu dan memperoleh uang Rp 500 juta. Anas memberikan uang Rp 775 juta kepada Nazaruddin, melebihi nilai beli mobil Harrier tersebut.
Urus sertifikat lahan
Terkait proyek ini, pengakuan mengejutkan juga datang dari anggota Komisi II DPR, Ignatius Mulyono. Politikus Partai Demokrat itu menyatakan pernah diperintah Anas untuk mengurus sertifikat lahan Hambalang. Ignatius diminta menanyakan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto soal sertifikat lahan yang bermasalah sejak awal itu. Saat itu, menurut Mulyono, Anas masih menjadi ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR.
Mengenai sertifikat lahan ini, hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan adanya indikasi penyimpangan dan dugaan penyalahgunaan wewenang terkait surat keputusan (SK) hak pakai. Joyo Winoto menerbitkan SK pemberian hak pakai tertanggal 6 Januari 2010 bagi Kementerian Pemuda dan Olahraga atas tanah seluas 312.448 meter persegi di Desa Hambalang. Padahal, persyaratan surat pelepasan dari pemegang hak sebelumnya diduga palsu.
SK hak pakai itu kemudian diberikan Kepala Bagian Persuratan dan Kearsipan BPN kepada Ignatius atas perintah Sestama BPN. Padahal, ketika itu, Ignatius tidak membawa surat kuasa dari Kemenpora selaku pemohon hak. Anas membantah disebut terlibat mengurus masalah sertifikat lahan Hambalang. "Emang saya calo sertifikat?" ucap Anas saat mendampingi istrinya, Athiyyah Laila, dimintai keterangan KPK pada April tahun lalu.
Istri dimintai keterangan KPK
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan