JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah anggota DPR RI menilai tepat jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) menolak putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Keputusan Bawaslu dinilai hanya bersifat rekomendasi dan tidak mengikat.
"Saya setuju, sikap KPU itu sudah konstitusional. Apa yang diputuskan Bawaslu itu sifatnya rekomendasi, artinya boleh laksanakan atau tidak," ujar anggota Komisi II dari Fraksi PKS, Abdul Malik Haramain, saat dihubungi wartawan, Senin (11/2/2013).
Malik mengatakan, jika PKPI tidak menerima keputusan KPU itu, maka partai yang dibentuk oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso itu dapat mengadu ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Namun, apabila PT TUN memenangkan PKPI, maka KPU pun bisa banding ke Mahkamah Agung.
Dengan ditolaknya keputusan Bawaslu, maka peserta Pemilu 2014 tetap 10 partai politik. Malik menilai jumlah tersebut sudah cukup ideal bagi kompetisi politik di Pemilu 2014. "Ini sudah ideal, terutama dengan langkah dan cita-cita sistem politik yang sederhana," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar mengatakan tidak ada yang aneh dari keputusan KPU yang menolak rekomendasi Bawaslu itu. "Semua berjalan normal. Setelah keputusan KPU seperti ini, dia (Bawaslu) tidak punya kewenangan memutuskan peserta pemilu," ucap politikus Partai Golkar ini.
Bawaslu memutuskan mengabulkan permohonan PKPI untuk menjadi peserta Pemilu 2014 pada sidang ajudikasi yang diselenggarakan pada Selasa (5/2/2013) menjelang tengah malam. Bawaslu memerintahkan KPU menetapkan PKPI sebagai peserta Pemilu 2014 dan membatalkan keputusan KPU tentang partai politik peserta Pemilu 2014 melalui verfikasi faktual.
KPU akhirnya menolak menjalankan putusan Bawaslu tersebut. Dalam pertimbangan KPU, putusan Bawaslu tersebut tidak sesuai fakta persidangan. Bawaslu juga dinilai tidak konsisten karena untuk klausul sama di partai lain, diputus berbeda dalam kasus di PKPI. Selain itu, ada dokumen dari KPU terkait bukti verifikasi yang tidak disebutkan dalam putusan, tapi bukti-bukti yang tidak disebutkan dalam persidangan malah digunakan dalam putusan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.