Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hartati Murdaya Minta Izin Berobat, Hakim Tak Bisa Pastikan

Kompas.com - 04/02/2013, 12:25 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka kasus dugaan penyuapan pengurusan hak guna usaha di Buol, Sulawesi Tengah, Siti Hartati Murdaya, mengajukan satu permintaan usai sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/2/2013).

"Saya mohon izin untuk berobat," kata Hartati kepada majelis hakim.

Namun, permintaan tersebut tidak dapat dipastikan hakim. Menjawab hal tersebut, Ketua Majelis Hakim Gusrizal mengatakan bahwa pihaknya sudah tidak berwenang lagi usai dibacakan vonis.

"Dengan diputus, hilang kewenangan majelis hakim. Kewenangan untuk minta izin silakan di Pengadilan Tinggi," ujar Gusrizal.

Ia hanya bisa mengatakan, sakit memang harus berobat dan hal tersebut merupakan hak terdakwa.

Hartati dijatuhi vonis hukuman penjara 2 tahun 8 bulan dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus tersebut. Majelis Hakim menilai Hartati terbukti melakukan tindakan suap seperti dituduhkan.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut agar Hartati dijatuhi hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.

Selaku Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP), Hartati dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.

Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sesuai dengan dakwaan pertama. Pasal tersebut memuat ancaman hukuman pidana maksimal lima tahun penjara.

Jaksa menilai, pemberian uang senilai total Rp 3 miliar tersebut merupakan "barter" karena Amran telah menandatangani surat-surat terkait perizinan lahan seperti yang diminta Hartati. Pemberian uang pun direalisasikan dalam dua tahap, yakni pada 18 Juni 2012 senilai Rp 1 miliar melalui anak buah Hartati, Arim, dan Yani Anshori; serta pada 26 Juni sebesar Rp 2 miliar melalui Gond Sudjono dan Yani. Adapun Yani dan Gondo sudah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu.

Hartati, dalam pledoi (nota pembelaannya) yang dibacakan dalam persidangan sebelumnya, meminta dibebaskan. Dia berdalih uang Rp 3 miliar yang diberikan kepada Amran bukanlah suap, melainkan bantuan dana kampanye Pemilihan Kepala Daerah Buol 2012. Saat itu, Amran tengah maju sebagai calon petahana.

Hartati berkilah pemberian uang tidak berkaitan dengan kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan karena, menurutnya, PT HIP sebenarnya tidak membutuhkan izin yang ditandatangani Amran seusai pemberian uang tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

    Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

    Nasional
    Prabowo Terima KSAL dan KSAU, Bahas Postur Pembangunan Angkatan

    Prabowo Terima KSAL dan KSAU, Bahas Postur Pembangunan Angkatan

    Nasional
    PKB, Nasdem, dan PKS Ingin Gabung Koalisi Prabowo, AHY: Enggak Masalah

    PKB, Nasdem, dan PKS Ingin Gabung Koalisi Prabowo, AHY: Enggak Masalah

    Nasional
    Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih, Para Pemberani

    Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih, Para Pemberani

    Nasional
    Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

    Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

    Nasional
    Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

    Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

    Nasional
    Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

    Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

    Nasional
    Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki 'Presiden 2029'

    Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki "Presiden 2029"

    Nasional
    Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

    Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

    Nasional
    Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

    Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

    Nasional
    Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

    Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

    Nasional
    AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

    AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

    Nasional
    Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

    Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

    Nasional
    Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

    Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

    Nasional
    Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

    Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com