Mencari tempat yang bebas asap rokok di Jakarta ini nyaris mustahil. Maklum, di Jakarta, perokok ibarat raja.
Rahmat (17) tertawa saat ditanya di mana dia biasa membeli rokok. ”Di warung-warung pinggir jalan banyak. Enak lagi, bisa ngeteng,” jawabnya santai.
Ketika punya cukup uang, pelajar kelas I SMA ini membeli rokok di toko-toko swalayan kecil. ”Tidak pernah ditanya tuh KTP-KTP-an. Bayar saja, langsung pergi,” ujarnya.
Di pasar swalayan, rokok umumnya ditempatkan di dekat kasir. Ini tidak menghalangi remaja untuk membelinya meski petugas kasir umumnya mengaku menanyakan KTP.
”Kalau pembelinya pelajar, kami biasanya meminta kartu identitas mereka. Memang sudah seperti itu aturannya,” ujar salah satu kasir di Seven Eleven di kawasan Senayan, Jakarta.
Bagi remaja seperti Rahmat, merokok adalah lambang kejantanan. Dia menyebutnya macho, sekaligus lambang pergaulan. Anak bungsu dari empat bersaudara ini sudah merokok sejak SMP.
”Bapak-ibu saya tahu. Enggak apa-apa,” ucapnya.
Longgarnya peraturan dari orangtua membuat Rahmat bebas merokok di mana pun, termasuk angkutan umum. Nyaris tak ada yang menegur.
Dia tak paham, di negara ini rokok seharusnya tidak dijual kepada konsumen di bawah usia 18 tahun. Bahkan, merokok seharusnya juga tidak bisa dilakukan di sembarang tempat.