Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Tatib Komnas HAM Sarat Muatan Politis

Kompas.com - 12/01/2013, 15:53 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Untuk Hak Asasi Manusia yang terdiri dari beberapa LSM penggiat HAM menilai pergantian tata tertib (tatib) masa jabatan ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sarat muatan politis. Hal itu ditujukan untuk kepentingan Pemilu 2014. Pergantian Tatib Komnas HAM pada 12 Januari lalu memutuskan masa jabatan ketua Komnas HAM menjadi satu tahun. Sebelumnya, masa jabatan ketua Komnas HAM adalah 2,5 tahun.

"Kami mendapati fakta bahwa sembilan dari tiga belas jumlah anggota Komnas HAM setuju atas keputusan tersebut. Hanya empat anggota yang tidak menyetujuinya," ujar Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Ashar dalam jumpa pers di kantornya, Sabtu (12/1/2012).

Haris mengatakan, pergantian tatib Komnas HAM sangat janggal. Pasalnya, komisioner Komnas HAM yang menyetujui pergantian tatib tidak dapat memberikan alasan memuaskan atas perubahan itu. Haris menjelaskan, perubahan tatib merupakan tindakan politis dan retoris kelompok sembilan di dalam Komnas HAM.

"Karena alasan perubahan pimpinan menjadi satu tahun yang tidak bernalar itu maka benar adanya dugaan kuat publik bahwa ada agenda menjadikan Komnas HAM sebagai modalitas tawar-menawar politik dalam Pemilu 2014," tandasnya.

Menurutnya, perubahan masa kerja menjadi pertahun akan menggembosi Komnas HAM secara sistematis. Sebab, kinerja Komnas menurun akibat pergantian tiap tahun. Selain itu, implementasi kerja dinilai Haris juga tidak berjalan.

"Dalam berbagai laporan pergantian masa kepemimpinan menjadi satu tahun bukan merupakan persoalan krusial yang dihadapi komnas HAM. Namun justru persoalan yang dirundingkan oleh Komnas HAM yang menjatuhkan Komnas HAM dari upaya menjalankan mandatnya," terangnya.

Lebih jauh ia menyarankan, Komnas HAM seharusnya berpihak pada korban. Sedangkan, para komisioner yang setuju perubahan tatib malah mengkhianati korban. Selain itu, mereka juga mendekatkan diri kepada pelaku pelanggaran HAM dengan cara perubahan kepemimpinan satu tahun.

"Komnas HAM harus mencabut keputusan tentang perubahan tatib itu. Mereka juga harus membuka semua dokumen dan rekaman pembuatan tatib ke publik. Mereka juga harus fokus pada agenda besar penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi," pungkasnya.

Berikut adalah nama kelompok sembilan yang menyetujui perubahan tatib tersebut: Nurcholis, Hafid Abbas, Dianto Bachriadi, Natalius Pigai, Siti Nor Laila, Sianne Indriani, Imdadun Rahmat, Meneger Nasution, Ansori Sinungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Nasional
    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    Nasional
    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Nasional
    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

    Nasional
    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Nasional
    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Nasional
    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Nasional
    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Nasional
    Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

    Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

    Nasional
    'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

    "Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

    Nasional
    Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

    Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

    Nasional
    Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

    Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

    Nasional
    Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

    Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com