Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesaksian Yusril Ringankan Hartati Murdaya

Kompas.com - 07/01/2013, 15:19 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kesaksian mantan Menteri Kehakiman, Yusril Ihza Mahendra, meringankan terdakwa dugaan penyuapan kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan di Buol, Hartati Murdaya Poo. Yusril menjadi saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak Hartati dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/1/2013).

Menurut Yusril, pemberian sumbangan kepada seorang bupati yang kembali mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah (Pemilkada), tidak serta merta dapat dikatakan suap. Dia menilai, seorang calon petahana boleh saja menerima sumbangan Pilkada. Jika pemberian uang dilakukan saat sang bupati tengah mencalonkan diri, menurutnya, pemberian itu dapat dipandang sebagai sumbangan untuk pribadi sang calon, bukan untuk seorang penyelenggara negara.

"Kalau 'incumbent' ditetapkan menjadi calon bupati dan menerima sumbangan, artinya sumbangan tersebut diberikan untuk pribadi calon karena yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai calon pilkada dan sah menerima sumbangan sesuai aturan," kata Yusril.

Jika dihubungkan dengan kasus Hartati, keterangan Yusril ini dapat meringankannya. Seperti diketahui, Hartati didakwa menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu. Saat pemberian suap itu dilakukan, Amran tengah mencalonkan diri sebagai petahana dalam Pemilkada Buol 2012. Fakta persidangan sebelumnya juga mengungkapkan kalau perusahaan Hartati membayarkan biaya survei Pilkada untuk pemenangan Amran.

Selama ini, pihak Hartati berdalih kalau uang Rp 3 miliar yang diberikannya ke Amran bukanlah suap melainkan sumbangan Pilkada yang kelebihan nilainya. Itu pun, menurut Hartati, terpaksa diberikan setelah ada permintaan dari Amran. Senada dengan Hartati, pihak Amran dalam nota keberatan (eksepsi)-nya membantah terima suap. Menurut Amran, pemberian itu dilakukan saat dirinya sedang cuti sebagai bupati karena tengah mengikuti kampanye Pemilukada Buol 2012. Amran menilai, dia seharusnya dijerat dengan undang-undang tentang pemilu karena menerima sumbangan yang nilainya melebihi ketentuan.

Hari ini, Yusril pun menilai demikian. Menurut Yusril, jika ada kelebihan sumbangan Pilkada yang diberikan seorang pengusaha kepada calon bupati, yang harus diterapkan penegak hukum adalah pasal 83 Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, bukan pasal dalam undang-undang tindak pidana korupsi.

"Tidak secara eksplisit pasal pidana UU tersebut mengatur mengenai niat pemberian sumbangan pilkada tersebut. Tapi mengingat konteksnya adalah sumbangan pilkada, jadi semestinya yang diberlakukan adalah UU Pildaka bukan UU Tipikor, tidak boleh kalau kelebihan sumbangan langsung lari ke pidana suap atau korupsi," ujar Yusril.

Mengenai ada tidaknya niat jahat yang melatarbelakangi pemberian sumbangan tersebut, Yusril mengatakan hal itu tergantung sejauh mana fakta atau bukti yang diperoleh. Meskipun demikian, kata Yusril, wajar saja jika seseorang memberikan sumbangan kepada calon bupati dengan alasan tertentu.

"Orang berikan sumbangan itu pasti ada apa-apanya, tapi wajar saja. Niatnya dikembalikan kepada hati masing-masing orang, sehingga undang-undang tidak bisa mengatur yang batin. Apalagi kalau calon tersebut adalah 'incumbent' sehingga pengusaha serba sulit, bila tidak dikasih sulit, dan tidak dikasih juga sulit jadi yang dibutuhkan adalah kebijaksanaan," katanya.

Baca juga:
Ini Isi Rekaman Rahasia Hartati-Amran...

Hartati: Makanan Rutan KPK Racun bagi Saya
Hartati Minta KPK Buka Blokir Rekeningnya
Hartati Terancam Lima Tahun Penjara
Hartati akan Buktikan Kalau Dia Diperas

Berita terkait kasus dugaan suap ini dapat diikuti dalam topik "Hartati dan Dugaan Suap Bupati Buol"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com